SURAT AL-FATIHAH
Diturunkan sebelum
Hijrah, di Makkah; 7 ayat, 29 kali-mat, 131 huruf. Dan ada yang mengatakan; 7
ayat, 25 kalimat, 125 huruf.
Bernama at-Fatihah sebab
menjadi pembukaan bacaan dalam sembahyang. Juga bernama Ummul Quran, Ummul
Kitab, Assab'ul Matsani, al-Quranul Adhim.
Abu Hurairah r.a.
berkata, Nabi saw. bersabda:
Surat Alhamdu Hllahi rabbilaalamiin (al-Fatihah), ialah ummul Quran, juga ummul
kitab, dan Assab'ul Matsani dan al-Quranul Adhim. (HR. at-Tirmidzi). Bukhari
berkata, Bernama Ummul Quran: Induk dari al-Quran, karena ia mengandung semua
isi al-Quran. Dan perta-ma yang ditulis dalam mushhaf, juga pertama dibaca
dalam Ummul Kitab: Induk dari semua Kitab Allah yang telah ditu-runkan kepada
Nabi-nabi-Nya, seakan-akan isi dari semua apa yang diwahyukan Allah kepada
Nabi-nabi disimpulkan dalam Fatihah.
Assab'ul Matsani: Tujuh
ayat pujian yang selalu diulang-ulang oleh setiap Muslim sekurang-kurangnya 17
kali dalam se-hari semalam, dalam salat fardu.
AI-Quran Azim; surat
yang terbesar dalam al-Quran. Juga berana ash-Shalah, asy-Syifaa', ar-Ruqyah,
al-Waqiyah, al-Kaflyah dan Asasul Quran.
Imam Ahmad juga
mcriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi hanya tidak pakai kalimat
Ummul Kitab.
Hadis-hadis tentang
Fadhilah al-Fatihah
1. Abu Said bin
al-Mu'alla r.a. berkata, Ketika aku sedang salat, tiba-tiba dipanggil oleh Nabi
saw. maka aku tidak menyambutnya hingga selesai salat, lalu aku datang
kepadanya. Nabi saw. bertanya: "Apakah yang menahan anda untuk menyahut
panggilan-ku?" Jawabku, 'Aku sedang salat.' Nabi saw. bersabda,
"Tidakkah Allah berfirman: Hai orang yang beriman, sambutlah panggilan
Allah dan Rasulullah, bila memanggil kalian untuk menghidupkan kalian. Kemudian
Nabi saw. ber-
sabda, "Aku akan
mcngajarkan kepadamu surat yang terbesar dalam al-Quran sebelum keluar dari
masjid ini". Lalu Rasulullah saw. mcmegang tanganku, kemudian ketika. akan
keluar dari masjid saya ingatkan. 'Ya Rasulullah, tadi engkau akan mengajarkan
kepadaku surat terbesar dalam al-Quran.' Jawab Nabi saw., "Benar, Alhamdu
lillahi rabbil alamin, itulah Assab'ul Matsani dan al-Quran yang terbcsar yang
tetah diturunkan Allah kepadaku". (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Dawud,
an-Nasa'i dan Ibn Majah).
2. Abu Hurairah dari
Ubay bin Ka'ab r.a. Rasuluflah saw. bersabda: Allah tiada menurunkan dalam
Taurat dan Injil yang seperti (menyamai) Ummul Quran, ialah tujuh ayat pujian
(assab'ul matsani), dan ia terbagi dua antara-Ku dengan hamba-Ku. (HR.
an-Nasai, at-Tirmidzi).
Imam Ahmad meriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a. berkata, Pada suatu hari, Nabi saw. keluar kepada Ubay
bin Ka'ab, lalu meraanggil, "Ya, Ubay". Ubay menoleh, tetapi tidak
menjawab (menyambutnya), lalu ta segerakan salatnya, kemudian pergi kepada Nabi
saw. sambil mengucap, 'Assalamu alaika ya Rasulullah. Dijawab, "Wa
alaikassalam, apakah yang menahan anda untuk menyahut panggitanku ketika aku
panggil?" Jawab-nya, 'Ya Rasulullah, saya sedang salat. Nabi saw.
bersabda, "Tidakkah anda mendapatkan dalam wahyu yang diturunkan Allah
kepadaku, Sambutlah panggilan Allah dan Rasulullah bila memanggil kalian untuk
menghidupkan (mengajarkan apa-apa untuk kcpentingan kehidupanmu). Jawab Ubay,
'Benar ya Rasulullah, tidak akan saya ulang. Lalu Nabi saw. bertanya,
"Sukakah saya ajarkan kepadamu surat yang tidak pernah diturunkan di
Taurat, Injil, Zabur dan Furqan yang menyamai itu?" Jawab Ubay, 'Baiklah
ya Rasulullah.' Nabi saw. bersabda, "Saya harap semoga sebelum keluar dari
pintu itu anda sudah mengetahuinya". Lalu Nabi saw. memegang tangan Ubay
sambil berbicara, tetapi Ubay memperlambat jalannya, kuatirkalau-kalau sampai
di pintu dan pembicaraan belum selesai, dan ketika telah dekat dengan pintu
Ubay berkata, 'Ya Rasulullah apakah surat yang engkau janjikan padaku itu?1
Jawab Nabi saw., "Apakah yang anda baca dalam salat?" Lalu Ubay membaca
Fatihah (Ummul Quran) lalu Nabi saw, bersabda, "Allah tiada menurunkan
dalam Taurat, Injil, Zabur dan Furqan yang menyamainya, itulah yang bernama
Assab'ul Matsani". (Juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi).
3. Ar-Ruqyah (jampi).
Abu Said al-Khudri r.a.
berkata, Ketika kita dalam bepergian dan berkemah, tiba-tiba datang budak
perempuan dan berkata, Sesungguhnya pimpinan suku ini digigit binatang berbisa,
dan tidak ada orang, apakah ada di antara kalian yang dapat menjampi? Maka
berdirilah seorang di antara kami, kami tidak menyangka bahwa ia dapat
menjampi. Tiba-tiba dijampinya dan sembuh. Maka diberinya dia hadiah berupa
tiga puluh domba dan diberinya kami susu. Ketika ia kembali kami bertanya,
Apakah anda pandai menjampi? Jawabnya, Tidak, aku tidak menjampi, kecuali
dengan Ummul Kitab (Fatihah). Maka kami pun memberitahu agar domba-domba itu
jangan diganggu sehingga kami bertanya kepada Rasulullah saw. Kemudian setelah
kami kembali ke Madinah, kami ceriterakan kejadian itu kepada Nabi saw. Maka
Nabi saw. bertanya, "Dari mana ia mengetahui bahwa Fatihah itu sebagai
jampi (untuk jampi)? Bagilah domba-domba itu dan berilah aku bagian".
(Bukhari, Muslim, Abu Dawud). Di sebagian riwayat Muslim disebutkan bahwa yang
menjampi itu Abu Said al-Khudri r.a.
4. As-Shalah.
Ibn Abbas r.a. berkata,
Rasulullah saw. duduk bersama Jibril, tiba-tiba mendengar suara gemuruh di
atasnya, maka Jibril melihat ke atas langit, lalu berkata, Itu pintu langit
telah terbuka, belum pernah dibuka sama sekali". dan telah turun seorang
malaikat dari padanya. Maka datanglah Malaikat itu kepada Nabi saw. dan
berkata, Terimalah kabar gembira, bahwa anda diberi dua cahaya yang belum
pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelum anda, yaitu Fatihah dan
penutup surat al-Baqarah. Tiada engkau membaca satu huruf melainkan pasti
diberi (yakni apa yang terkandung di dalamnya1. (HR. Muslim, an-Nasa'i).
5. Abu Hurairah r.a.
berkata, bahwa Nabi saw. bersabda:
Siapa yang sembahyang
dan tidak membaca Ummul Quran (Fatihah), maka sembahyang itu kurang, tidak sempurna.
Abu Hurairah ditanya, "Bagaimana jika kita di bclakang imam?"
Jawabnya, "Bacalah dalam hatimu, sebab saya telah mendengar Nabi saw.
bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman, "Aku tetah membagi salat itu
menjadi dua bagian, antara-Ku dengari hamba-Ku, dan terserah-Ku apa yang ia
minta. Maka jika membaca, "Alhamdu lillahi rabbil alamih". Jawab
Allah, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku'. Dan bila membaca,
"Arrahmaninahim". Jawab Allah, 'Hamba-Ku bersyukur kepada-Ku'. Dan
bila membaca, "Maliki yaumiddin". Jawab Allah, 'Hamba-Ku telah
me-muliakan Aku (hamba-Ku telah menyerah kepada-Ku)'. Maka jika membaca,
"lyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in". Jawab Allah; Ini yang di
antara-Ku dengan hamba-Ku dan terserah pada hamba-Ku apa yang ia minta'. Jika
membaca, "Ihdinasshiratal mustaqim, shiratal ladzina an'amta alai* him,
ghairil maghdhubi alaihim waiadh dhaal lien". Jawab Allah, Ttu semua Aku
ben pada hamba-Ku dan terserah pada hamba-Ku apa yang akan diminta'. (HR.
Muslim).
Penjelasan yang
berhubungan dengan hadis ini dan soal Fatihah
1. Kata ash-Shalat,
sedang tujuannya bacaan, sebagaimana ayat 110 surat al-lsraa' yang artinya,
"Dan jangan kamu keras-kan salatmu (bacaan salatmu) dan jangan kamu
perlahankan, dan ambil jalan tengah di antara itu". Untuk menunjukkan
peranan bacaan sebagai rukun dalam sembahyang, demikian juga Allah menyebut
bacaan yang dimaksud salat yaitu dalam ayat 78 surat al-Israa', Wa qur'anal
fajri, inna qur'anal fajri kaana masyhuda (dan salat Subuh atau fajar),
sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan oleh Malaikat. (Malaikat penjaga malam
yang bergantian dengan Malaikat penjaga siang).
2. Mengenai bacaan
Fatihah dalam salat. Apakah harus Fatihah atau boleh lain-lainnya? Ada
pendapat;
a. Abu Hanifah dan
kawan-kawannya menyatakan tidak harus Fatihah, bahkan bila dapat membaca ayat
yang mana saja sah salatnya, mereka berdalil: Ayat 20, Faqra'u maa tayassara
minal Quran (al-Muzzammil). Bacalah mana yang ringan dari al-Quran.
(al-Muzzammil 20). Dan hadis Bukhari, Muslim mengenai orang yang salah dalam sembahyangnya,
lalu oleh Nabi saw. ditegur, "Idza qumta Has shalati fakabbir tsumma iqra'
ma tayassara ma'aka minal Quran (Jika anda berdiri untuk salat maka takbirlah
kemudian bacalah seringannya dari ayat al-Quran. Karena dalam ajaran ini tidak
menetapkan bacaan Fatihah atau lainnya, maka demikianlah pendapat kami.
b. Harus membaca Fatihah
dan tidak sah jika diganti dengan lainnya. Yaitu pendapat Imam Syafii, Malik
dan Ahmad bin Hanba! serta pengikut mereka juga pendapat Jumhurut Ulama. Mereka
berdalil dengan hadis Nabi saw., "Man shalla sha-latan lam yaqra' fiha
biummil Qur'an fahiya khidaajun, ghairu tamamin (Siapa yang salat tidak membaca
Fatihah (Umnrul Quran) maka salat itu kurang, tidak sempurna).
Juga yang disebut dalam
Bukhari - Muslim dari Ubadah bin Shamit r.a. Nabi saw. bersabda:
Laa shalaata lunan lam
yaqra' bifati Hatil kitab, (Tidak sah salat orang yang tidak membaca Fatihah
(Fatihatul Kitab).
Juga hadis Ibn Khuzaimah
dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah r.a. berkata, Nabi saw. bersabda:
Laa tujzi'u shalatun laa
yuqra'u fiiha bi'um.mil qur'an. (Tidak sah salat orang yang tidak membaca Ummul
Quran di dalamnya).
Imam Syafii menetapkan
wajib pada tiap rakaat. Al-Hasan dan ulama Basrah berpendapat yang wajib hanya
dalam satu rakaat, mengambil dari mutlaknya kalimat dalam hadis tersebut.
3. Apakah wajib atas
makmum membaca Fatihah? Ada tiga pendapat:
a. Wajib atas makmum
sebagaimana imamnya berdasarkun pengertian umum dari hadis di atas.
b. Makmum tidak wajib
apa-apa berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dari Jabir
r.a. Nabi saw. bersabda:
Siapa yang mempunyai
imam maka bacaan imam itu juga sebagai bacaannya.
(Hadis ini sanadnya
da'if).
c. Makmum wajib membaca
dalam bagian rakaat yang sirri bacaan imam perlahan-lahan, dan tidak wajib dalam
bacaan imam yang jahri (keras) berdasarkan hadis riwayat Abu Musa ul-Asy'ari
r.a. berkata, Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya diadakan
imam untuk diikuti, maka jika ia takbir, takbirlah kalian, dan jika ia membaca
maka dengarkanlah dengan perhatian. (HR. Muslim).
Ahlus Sunan
Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i
meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.
Anas r.a. berkata, Nabi
saw. bersabda: Jika anda meletakkan pinggang di atas tempat tidur, lalu membaca
Fatihah dan Qul Huwallahu Ahad, maka telah aman dari segala sesuatu kecuali
maut. (HR. Bazzar)
Tafsir Isti'adzah
(Ta'awwudz): Audzubillahi
Firman Allah: bila anda
terkena gangguan setan, maka berlindunglah kepada Allah, sungguh Allah Maha
Mendengar lagi Mengetahui (al-A'raaf 200)
Farman Allah: Katakanlah,
"Ya Tuhan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan dan aku berlindung
kepada-Mu jangan sampai setan nadir di dekat kami. (al-Mukminun 97-98)
Firman Allah: Tolaklah
gangguan sesama manusia dengan cara yang baik, maka orang yang terjadi di
antaramu dengannya sengketa permusuhan akan berubah menjadi kawan yang akrab.
Dan tidak akan dapat berbuat sedemikian kecuali orang yang sabar dan tidak
dapat berbuat itu kecuali orang yang mendapat bagian besar nasib baik. Dan bila
anda akan di-ganggu oleh setan maka berlindunglah kepada Allah, sungguh Allah
Maha Mendengar lagi Mengetahui. (Fushshilat -
Hamim as-Sajadah 34, 35, 36).
(وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا
السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ) 34. (وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ
صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ) 35. (وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ
الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ)
Dalam ketiga ayat ini
Allah menyuruh metayani musuh sesama manusia dengan baik semoga dapat kembali
kepada tabiat aslinya yang baik, sebaliknya menyuruh langsung berlindung kepada
Allah ketika menghadapi setan, sebab setan tidak dapat diajak baik, dan tujuan
utamanya akan membinasakan anak Adam karcna sangat memusuhi anak Adam.
(يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ
الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا
لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ
مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ
لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ)
Firman Allah: hai anak
Adam janganlah kamu tertipu oleh bisikan setan, sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ayah bundamu dari surga. (al-A'raaf 27).
(إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ
فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ
السَّعِيرِ)
Firman Allah:
Sesungguhnya setan itu musuhmu, maka hadapilah sebagai musuh, ia mengajak
golongannya supaya menjadi ahli neraka sa'ier (bersamanya). (Fathir 6).
(وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ
اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ
أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِي وَهُمْ
لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا)
Firman Allah: Apakah
kamu akan' menjadikan Iblis dan anak cucunya sebagai walimu (pimpinan, kawan,
penasihat) selain dari Aku, padahal rncreka musuh kepadamu. (al-Kahfi 50).
Iblis (setan) telah
bersumpah pada Adam bahwa ia akan memberi nasihat padahal berdusta, maka
bagaimana perlakuan-nya terhadap kita padahal ia berdusta dan ia telah
bersumpah:
(قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي
لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ) 39. (إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ
الْمُخْلَصِينَ) 40
Demi kemuliaan Tuhan aku
akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali para hamba-Mu yang Engkau selamatkan.
(al-Hijr 39-40).
Jika anda membaca
al-Quran, hendaknya meminta perlindungan Allah dari gangguan setan yang
terkutuk (39). Sesungguhnya setan itu tidak kuasa untuk mengganggu
(mempengaruhi) orang yang beriman, dan orang yang berserah diri kepada Tuhan
(40). Sesungguhnya kekuasaan setan itu hanya pada orang-orang yang berwali
(menurut) ke-padanya, dan 'terhadap mereka yang mempersekutukan Allah. (41)
(an-Nahl 39, 40, 41).
Sebagian ulama
menafsirkan kalimat qara'ta dalam bentuk masa lalu, berarti sesudah membaca
al-Quran, supaya meminta perlindungan kepada Allah dari pengaruh setan, tetapi
Jumhur ul Ulama menyatakan bahwa arti qara'ta akan membaca, sama dengan idza
quntum ilas shalati jika kamu akan sembahyang. Juga hadis yang menerangkan
bahwa Nabi saw. biasa jika bangun malam memulai sembahyang dengan takbir, kemudian
memuja-memuji Allah lalu membaca:
Saya berlindung kepada
Allah yang Maha Mendengar lagi Mengetahui dari gangguan setan yang terkutuk
dari tusukannya, bisikan tipuannya dan tiupan-tiupannya (yakni untuk
membangkitkan sombong dan teledor terhadap perintah Allah).
Sulaiman bin Shurad r.a.
berkata, "Terjadi dua orang saling memaki, sedang kami duduk bersama Nabi
saw, Maka yang satu marah sehingga merah wajahnya, lalu Nabi saw. bersabda.
"Sungguh aku mengetahui satu kalimat, jika ia suka membacanya pasti hilang
apa yang dirasakan dari jengkel itu, andaikan ia membaca: A'udzu billahi
minasysyaithanirrajim". Maka orang-orang memberitahu pada orang yang marah
itu. "Apakah anda tidak mendengar apa yang disabdakan oleh Nabi saw.
itu?" Jawabnya, 'Aku bukan gila'. (Bukhari, Muslim).
Dan arti dari kalimat
"A'udzu billahi minasysyaithanirra-jifn" yakni, Aku berlindung dengan
kebesaran Allah dari setan yang terkutuk, jangan sampai merusak, mengganggu
umatku, duniaku, jangan sampai menghalangi atau merintangi diriku untuk
mengerjakan perintah Allah atau mendorongku mengerjakan larangan AHah, sebab
tiada sesuatu yang dapat menghentikan gangguan setan kecuali Allah.
Setan berasal dari kata
Syathana yang berarti jauh, jauh tabiatnya daripada tabiat manusia, dan
kelakuannya jauh dari kebaikan. Ada pula yang menyatakan bahwa asal katanya
Syaatha yang berarti terbakar, sebab ia terjadi dari api yang tabiatnya
membakar.
14
Sibawaih berkata bahwa
orang Arab mengatakan Tasyait-hana terhadap orang yang berkelakuan tidak baik. Oleh
karenanya dapat diambil kesimpulan bahwa kata Syaithan berasal dari kata
Syathana. Dan Allah menyebut setiap makhluk yang menentang dan melanggar
tuntunan para Nabi-Nya, setan, sebagaimana firman-Nya:
(وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ
عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ
وَمَا يَفْتَرُونَ)
Demikianlah Kami jadika
bagi setiap Nabi musuh dari setan-setan manusia dan jin (yang kelihatan dan
yang tidak kelihatan), setengah mereka berbisik kepada setengahnya untuk
menyusun kata kalimat yang indah semata-mata un-tuk tipuan dan memperdaya.
(al-An' aam 112)
Juga Nabi saw, memperingntkan kepada Abu Dzar r.a., "Berlindunglah
kepada Allah dari setan manusia dan jin". Abu Dzar bertanya, "Apakah
manusia juga ada setan ?" Jawab Nabi saw., " Ya ". (HR. Ahmad)
Arti kata Rajim ialah
terusir dari segala kebaikan , terkutuk.
TAFSIR SURAT AL-FATIHAH
Bismillahirrahmanirrahim
Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Adanya Rasulullah saw. tidak mengetahui selesainya (berganti) surat
sehingga turun Bismilta-hirrahmanirrahim". (HR. Abu Dawud, al-Hakim).
Sahabat Nabi saw. selalu
memulai bacaan kitab Allah dengan basmalah.
Ummu Salamah r.a.
berkata, "Rasulullah saw. telah membaca Bismillahirrahmanirrahim ketika
membaca Fatihah dalam salat. (Hadis da'if Riwayat Ibnu Khuzaimah).
Abu Hurairah r.a. ketika
memberl contoh salat Nabi saw. membaca keras-keras Bismillahirrahmanirrahim.
(HR. an-Na-sa'i, Ibn Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Imam Syafii dan al-Hakim
meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Muawiyah ketika sembahyang di Madinah sebagai
imam, tidak membaca Bismillahirrahmanirrahim, maka ditegur oleh sahabat
Muhajirin yang hadir, kemudian ketika sembahyang lagi ia membaca
Bismillahirrahmanirrahim.
Adapun dalam mazhab Imam
Malik tidak membaca Basmalah berdasarkan hadis Aisyah r.a. yang berkata,
"Biasa Rasulullah saw. memulai salat dengan takbir dan bacaannya dengan
Alhamdu lillahi rabbil alamin. (HR. Muslim).
Anas r.a. berkata,
"Saya sembahyang di belakang Nabi saw., Abu Bakar, Umar, Utsman dan mereka
semuanya memulai bacaannya dengan Alhamdu lillahi rabbil alamin".
(Bukhari, Muslim).
Dan sunat membaca
Bismillahirrahmanirrahim pada setiap perkataan dan perbuatan. karena sabda Nabi
saw. yang berbunyi:
Tiap urusan (perbuatan)
yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim maka
terputus berkatnya (bagaikan
anggota badan yang terkena kusta). (Juga sunat membaca Basmalah ketika wudu,
karena sabda Nabi saw.:
Tiada sempurna wudu
orang yang tidak membaca Bismillah.
Dan sunat juga dibaca
ketika menyembelih (membantai) binatang, juga sunat ketika makan, karena sabda
Nabi saw. kepada Umar bin Abi Salamah yang berbunyi, "Bacalah Bismil-lah,
dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat-dekat
kepadamu1'. (HR. Muslim).
Juga membaca Basmalah
ketika akan jima' (bersetubuh) sebagaimana riwayat Ibn Abbas r.a. Rasullah saw.
bersabda: Andaikan salah satu kamu jika akan bersetubuh (jima') dengan istrinya
membaca, "Dengan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari setan, dan jauhkan
setan dari rezeki yang Tuhan berikan kepada kami. Maka jika ditakdirkan
mendapat anak dari jima' tidak mudah diganggu oleh setan untuk selamanya".
(HR. Bukhari, Muslim).
Bismillah: Dengan nama
Allah. Susunan kalimat yang demikian ini dalam bahasa Arab berarti ada susunan
kata-kata yang mendahuluinya yaitu: Aku mulai perbuatan ini dengan nama Allah,
atau: Permulaan dalam perbuatanku ini dengan nama Allah; untuk mendapat berkat
dan penolongan rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan sempurna dan baik.
Juga untuk menyadari kembali sebagai makhluk Allah, bahwa segala-galanya
tergantung pada rahmat karunia Allah. Hidup, mati dan semua daya upayanya
semata-mata terserah kepada rahmat karunia Allah Azza wa Jalla.
Allah, nama Dzat Allah
Ta'ala, karena itu disebut Ismul a'dzam, (nama yang terbesar), sebab nama Allah
menghimpun semua sifat, sebagaimana dalam surat al-Hasyr ayat 22, 23, 24.
Dia-lah Allah yang tiada
Tuhan kecuali Dia, yang mengetahui segala yang gaib maupun yang terang. Dia-lah
yang bersifat Pemurah dan Penyayang.
Dalam surat al-A'raaf
ayat 180 disebutkan: Wa Lilla-hil asmaa'ul husna fad'uhubiha (Allah mempunyai
nama-nama yang baik dan sempurna, maka panggillah) berdoalah dengan nama-nama
itu.
Nama-nama Allah hanya
yang tersebut di dalam al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam surat al-Israa'
ayat 110, terdapat kalimat yang arti-nya: "Berdoalah - Ya Allah atau Ya
Rahman - yang mana saja anda berseru (berdoa) maka Allah mempunyai asmaa'ul
husna (nama-nama yang baik dan semptirna)".
Yakni bila anda
membutuhkan rezeki, panggillah nama Allah, Ya Razzaq (Yang Memberi Rezeki), Ya
Ghani (yang Ma-hakaya), Ya Wakil (yang Menjamin) dan seterusnya. Nabi saw.
bersabda, "Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, siapa yang
mencatatnya (mengJngatnya) pasti masuk surga. Yakni dalam segala hajat ia
menyebut nama Allah, sebagai tanda bahwa ia sangat percaya kepada Allah SWT.
Nama Allah, khusus bagi
Allah, ti'dak dinamakan pada lain-Nya, karena ia kata beku yang bukan pecahan
dari lain ka-ta, demikian keterangan al-Qurthubi dan beberapa kelompok ulama
yaitu: Syafii, Ghazali dan Imamul Haramain. Dan ada yang berpendapat pecahan
(musytaq) dari alaha ya'lihu ilahata. Karena itu Ibn Abbas membaca ayat:
Wayadzaraka wa ilahata-ka, yang berarti ibadataka (ibadatmu).
Ada pula pendapat yang
mengatakan, pecahan dari Wala-ha, bingung karena Allah membingungkan alam
pikiran untuk mencapai hakikat sifat-Nya. Ada dari: Alahtu ila Fulan, arti-nya:
Aku condong tenang kepada Fulan sebab akal pikiran tidak akan tenang kecuali
jika telah menyebut nama Allah, ruh-ruh juga tidak gembira, kecuali jika telah
mencapai makrifat mengenal pada-Nya, sebab hanya Allah yang mutlak sempurna.
Tiada yang lain-Nya.
Firman Allah "Alaa bidzikrillah tath-ma'innul qulub" (Ingatlah hanya
dengan menyebut nama Allah, tenanglah hati). AI-Khalil, Sibawaih dan kebanyakan
ahli ushul mengatakan bahwa kata Allah bukan pecahan dari kalimat lain.
Ar-Rahman Ar-Rahim, dua
kalimat pecahan dari Rahmat untuk menyebut kelebihan, dan kata Rahman lebih
luas dari Rahim.
Al-Qurtubhi menyatakan
musytaq (pecahan) berdalilkan hadis Abdurrahman bin Auf r.a., sang telah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman, "Aku bernama
Ar-Rahman, Aku yang menjadikan rahim (kerabat). Aku pecahkan ia dari nama-Ku,
maka siapa yang menghubungi rahim Aku hubungi, dan siapa yang memutuskan rahim
Aku putuskan". (at-Tirmidzi). Ini adalah nash yang cukup kuat yang tidak
dapat ditentang.
Adapun bangsa Arab tidak
menggunakan kata Ar-Rahman karena mereka belum mengenal Allah. Dan bentuk
Rahman tidak dapat disamakan dengan Rahim, sebab bentuk Fa'lan untuk yang
penuh. Maka bentuk Rahman yakni yang penuh rah-matNya kepada semua makhluk di
dunia hingga di akhirat, kepada yang mukmin maupun yang kafir. Adapun Rahim
khusus buat kaum mukmin.
Firman Allah:
"Arrahman alal arsyi istawa", untuk menun-jukkan bahwa rahmat Allah
meliputi (memenuhi) seluruh Arsy. Dan firman Allah: "Wa kaana bil mu'miniina
rahiima" (Dan terhadap kaum mukminin sangat be I as kasih).
Nama Rahman ini juga
khusus bagi Allah, tidak dapat di-pakai oleh lain-lain-Nya. Karena itu ketika
Musailamah al-Kadzdzab berani menamakan dirinya Rahmanul Yamamah, maka Allah
membuka kedok kepalsuan dan kedustaannya, sehing-ga dikenal di tengah-tengah
masyarakat Musailamah al-Khadz-dzab bukan hanya bagi penduduk kota bahkan
sampai orang-orang Baduwi juga menyebutnya Musailamah al-Khadzdzab.
Sebagian ulama
menyatakan bahwa isim Rahim lebih luas dari Rahman, sebab dalam susunan
kata-kata ini Rahim menguatkan Rahman
(mu'akkid dari Rahman dan yang mu'akkid la-zimnya lebih luas dari mu'akkad).
Jawabannya: Di sini
bukan tujuan ta'kid (menguatkan) tetapi sekedar menyebut sifat, sehingga tidak
usah disebut masalah ta'kid itu. Jika dikatakan, bila isim Rahman lebih luas
dari Rahim, maka mengapa disebut lagi Rahim. Karena nama Rahman itu melulu bagi
Allah, tidak boleh dipakai oleh lain-Nya, maka disebut nama Rahim untuk dapat
dipakai oleh lain-Nya, sebagaimana Allah menyebut sifat Nabi Muhammad saw.
"Bil-mu'miniina ra'uufun Rahiim” (terhadap kaum mukminin sangat belas
kasih).
Juga untuk menunjukkan
di samping rahmat yang umum .sedemikian rupa ada juga rahmat yang khusus bagi
orang yang taat mengikuti tuntunan ajaran-Nya.
Kesimpulan di dalam asma
(nama-nama) Allah ada yang dapat dipakai oleh' lain-Nya dan ada juga yang tidak
dapat dipakai oleh lain-Nya seperti Allah, Ar-Rahman, AI-Khalik, Ar-Razak dan
lain-lainnya. Dan yang boleh seperti Ar-Rahim, As-Sami', Al-Bashir seperti
firman Allah, "Faja'alnaahu samii'an bashiira" (Maka Kami jadikan
manusia itu mendengar lagi melihat).
(الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)
"Alhamdu Lillahir
Rabbil Alamin" (2), Segala puja dan puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara
alam semesta.
Ibn Jarir berkata,
"Alhamdu lillah, syukur yang ikhlas me-lulu kepada Allah tidak kepada
lain-lain-Nya daripada makhluk-Nya, syukur itu karena nikmat-Nya yang diberikan
kepada hamba dan makhluk-Nya yang tidak dapat dihitung dan tidak terbatas,
seperti alat anggota manusia untuk menunaikan kewajiban taat kepada-Nya, di
samping rezeki yang diberikan kepada semua makhluk manusia, jin dan binatang
dari berbagai perlengkapan hidup, karena itulah maka pujian itu sejak awal
hingga akhirnya tetap pada Allah semata-mata.
Alhamdulillah pujian
Allah pada diri-Nya, yang mengandung tuntunan kepada hamba-Nya supaya mereka
memuji Allah seperti seakan-akan perintah Allah, "Bacalah olehmu
Alhamdulillah".
Alhamd pujian dengan
lidah terhadap sifat-sifat pribadi, maupun sifat yang menjalar kepada orang
lain, sebaliknya syukur itu pujian terhadap sifat yang menjalar, tetapi syukur
dapat
dilaksanakan dengan
hati, lidah dan anggota badan. Alhamd berarti memuji sifat keberanian,
kecerdasan-Nya atau Karena pemberian-Nya. Syukur khusus untuk pemberian-Nya.
Alhamd (puji) lawan kata Adzzam (cela).
Ibn Abbas r.a. berkata,
Umar r.a. berkata kepada sahabat-sahabat, "Kami telah mengerti dan
mengetahui kalimat Subha-nallah, laa ilaha illallah dan Allahu Akbar, maka
apakah Alhamdu Lillahi itu?" Jawab Ali r.a., "Suatu yang dipilih oleh
Allah untuk memuji Dzat-Nya.
Ibn Abbas berkata,
'Alhamdu Lillah kalimat syukur, maka jika seo rang membaca Alhamdu Lillah,
Allah menjawab, "Hamba-Ku telah syukur pada-Ku".
Jabrr bin Abdullah r.a.
berkata, Rasulullah saw. bcrsabda:
Seutama-utamanya zikir
ialah "La ilaha illallah", dan seutama-utamanya doa ialah
"Alhamdu Lillah". (HR. at-Tirmidzi, hadis Hasan Gharib). Anas, bin
Malik r.a. berkata, Nabi saw, bersabda: Tiadalah Allah memberi nikmat kepada
seorang Nya, kemudian hamba itu mengucap "Alhamdu Lillah", melainkan
apa yang dibcri itu lebih utama (afdhal) dari yang ia terima. (Yakni ucapan
"Alhamdu Lillah" lebih besar nilainya dari nikmat dunia itu). (HR.
Ibnu Majah).
Anas r.a. juga
meriwayatkan Nabi saw. bersabda, "Andaikan dunia sepenuhnya ini di tangan
seorang dari umatku kemudian ia membaca 'Alhamdu Lillah' maka pasti kalimat
Alhamdu Lillah lebih besar dari dunia yang di tangannya itu".
Ibnu Umar r.a. berkata,
bahwa Rasul saw bercerita Ada seorang hamba Allah membaca, "Ya Tuhanku
segala puji bagi-Mu sebagaimana yang layak bagi kebesaran Dzat-Mu dan kebesaran
kerajaan-Mu". Kalimat ini menyukarkan bagi kedua malaikat yang mcncatat
amal manusia, sehingga kedua Malaikat tidak dapat mencatatnya, maka naiklah kedua
Malaikat menghadap kepada Allah dan berkata keduanya, "Ya Tuhan kami,
sesungguhnya ada seorang hamba membaca pujian yang kami tidak dapat
menulisnya". Allah bertanya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang
dibaca hamba-Nya. "Apakah yang dibaca oleh hamba-Ku?" Jawab kedua
Malaikat, "Ya Tuhan ia membaca 'Ya Rabbi lakalhamdu kamaa
yanbaghilijalaali wafhika wa adhiimi sulthaanika". Firman Allah kepada
kedua Malaikat, "Catatlah sebagaimana bacaannya itu sampai ia menghadap
kepada-Ku, maka Aku yang akan membalas pahalanya". (HR. Ibnu Majah).
Sengaja Allah memulai
kitab-Nya dengan kalimat Alhamdu Lillahi rabbil alamin, untuk menuntun kepada
hamba-Nya. Jika sudah mengucap kedua kalimat syahadat, bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah, harus merasa bahwa segala puja dan puji itu hanya kepada Allah
semata-mata. Sebab Al dalam kalimat Alhamdu berarti segala jenis puja dan puji
bagi Allah. Sebagaimana tersebut dalam hadis "Allahumma lakal hamdu
kulluhu, walakal mufku kulluhu wa biyadikal khair kullihi wa ilaika yar ji'ul
amru kulluhu" (Ya Allah bagi-Mu segala puji semuanya, dan bagi-Mu kerajaan
semuanya dan di tangan-Mu kebaikan semuanya, dan kepada-Mu kembali segala
urusan semuanya).
Rabb berarti pemilik
yang berhak penuh, juga berarti majikan, juga yang memclihara serta menjamin kebaikan
dan perbaikan, dan semua makhluk alam semesta.
Alam ialah segala
sesuatu selain Allah. Maka Allah Rabb dari semua alam itu sebagai pencipta,
yang memelihara, memperbaiki dan menjamin. Sebagaimana tersebut dalam surat
asy-Syu'araa 23-24.
(قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ
الْعَالَمِينَ) 23. (قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا
بَيْنَهُمَا ۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ) 24
Fir'aun bertanya,
"Apakah rabbul alamin itu?" Jawab Musa, "Tuhan Pencipta,
Pemelihara penjamin langit dan bumi dan apa saja yang di antara kcduanya, jika
kalian mau percaya dan yakin."
Alam itu juga pecahan
dari alamat (tanda) sebab alam irii semua menunjukkan dan membuktikan kepada
orang yang memperhatikannya sebagai tanda adanya Allah Tuhan yang
menjadikannya.
(الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ) (3), Yang Mahamurah dan Mahakasih - Penyayang.
Artinya kedua isim ini telah tersebut dalam arti Bismillahirrahmanirrahim,
schingga tidak diulang. Ar-Rahman yang memberi nikmat yang sebesar-besarnya.
Ar-Rahim yang membcri
nikmat yang halus sehingga tidak terasa, padahal nikmat besar, dan semua nikmat
Allah itu besar, hanya saja ada yang berupa langit, bumi, matahari, dan ada
yang berupa penglihatan, pendengaran dan pancaindera, dan lain-lainnya. Jika
anda akan menghitung nikmat karunia Allah maka takkan dapat menghitungnya.
Abu Hurairah r.a.
berkata, bahwa Nabi saw. bersabda: Andaikan orang mukmin mengetahui persediaan
siksa Allah pasti takkan mengharap untuk dapat mencapai surga-nya. Demikian
pula andaikan si kafir mengetahui besar nikmat rahmat Allah, takkan putus
harapan dari rahmat seorang pun. (HR. Muslim).
(مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ) (4) - Raja yang memiliki pembalasan. Dapat
dibaca: Maliki (Raja), dan Maaliki (Pemilik - Yang Memiliki). Maaliki sesuai
dengan ayat:
Sesungguhnya Kami yang
mewarisi bumi dan semua yang di atasnya, dan kepada Kami mereka akan kembali.
(Maryam 40).
Maliki sesuai dengan
ayat: Katakanlah, "Aku berlindung
dengan Tuhannya manusia. Rajanya manusia". (an-Naas 1-2).
siapakah kerajaan pada
hari ini (hari kiamat)? Bagi Allah Yang Esa yang mcmaksa (perkasa). (al-Mu'min
= Ghafir 16).
Kerajaan yang
sesungguhnya pada hari itu hanya bagi Ar-Rahman. (al-Furqan 26)
Ad-Din (Pembalasan
dan Perhitungan). Sesuai
dengan ayat: Apakah kami akan dibalas (diperhitungkan). (as-Shafaat 53).
Dalam hadis Nabi saw.
bersabda: Seorang yang sempurna akal ialah yang mengadakan perhitungan pada
dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati.
Umar r.a. berkata,
"Andaikan perhitungan bagi diri-mu sebelum kamu dihisab (diperhitongkan)
dan pertimbangkan untuk dirimu sebelum kamu ditimbang, dan siap-siaplah untuk
menghadapi perhitungan yang besar menghadap kepada Tuhan yang tidak tersembunyi
pada-Nya sedikit pun dari amal perbuatanmu. Pada hari kiamat kelak kalian akan
dihadapkan kepada Tuhan dan tidak tersembunyi pada-Nya suatu apa pun.
(إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ) (5)
- Hanya kepada-Mu (Allah) kami mengabdi (menyembah dan hanya kepada-Mu pula
kami) minta pertolongan.
Ibadat berarti menurul
dengan perasaan rendah diri, mengabdi merasa abdi, hamba yang patuh dengan
tunduk.
Ibadat menurut istilah
agama menghimpun rasa kecintaan dan merendah serta takut.
Dalam kalimat ini
sengaja didahulukan mafulnya yaitu lyyaka dan diulang untuk mendapatkan
perhatian dan mengurung yang berarti - Kami tiada menyembah kecuali Engkau, tidak
berserah diri kecuali kepada-Mu.
Sebenarnya kesimpulan
pengertian beragama itu hanya dalam dua kalimat int. sehingga ulama-ulama
dahulu mcngatakan, "Rahasia al-Quran ada di dalam Fatihah dan rahasia
Fatihah ada di dalam kalimat ini, sebab yang pertama berarti bebas dari syirik
dan yang kedua merasa bebas dari daya kekuatan dan menyerah bulat kepada Allah
Ta'ala". Sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 123 yang berbunyi:
(وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ
عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ)
Sembahlah Dia dan
serahkan dirimu kepadaNya, dan Tuhanmu sekali-kali tidak lupa terhadap apa yang
kamu amalkan.
(رَّبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا
إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلً)
Dan ayat: Tuhan yang
mcnguasai (mencipta) timur dan barat, tiada Tuhan kecuali Dia, maka jadikanlah
Dia sebagai wakilmu (yang menjaminmu) dan tempat tujuanmu dalam segala hajat
kebutuhanmu. (al-Muzzammil 9).
Adh-Dhahaak dari Ibn
Abbas berkata, "lyyaka na'budu = Kepada-Mu kami mcnyembah mengesakan dan
takut dan berharap, wahai Tuhan tidak ada lain-Mu". Dan lyyaka nasta'in =
Kami minta tolong kepada-Mu untuk menjalankan taat dan untuk mencapai semua
hajat kepentinganku".
Qatadah berkata,
"Dalam lyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah menyuruh supaya tulus
ikhlas dalam melakukan ibadat kepada Allah dan supaya benar-benar mengharap
bantu-an pertolongan Allah dalam segala urusan."
Karena ibadat itu suatu
kedudukan yang luhur tinggi bagi seorang hamba Allah menyebut Nabi Muhammad
saw. pada ayat dalam surat al-Isra' dan al-Kahfi:
Mahasuci Allah yang
menjalankan hamba-Nya di waktu malam. (al-Isra' 1).
Segala puji bagi Allah
yang telah menurunkan al-Kitab (aj-Quran) kepada hamba-Nya. (al-Kahfi 1).
(اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) (6) = Pimpinlah kami kejalan yang lurus.
Shirath dapat dibaca dengan shad, siin dan zai, dan tidak berubah arti.
Shiraathal mustaqiim,
jalan yang lurus yang jelas tidak berli-ku-liku. Shiraatal mustaqiim, ialah
mengikuti tuntunan Allah dan Rasulutlah saw, Juga berarti Kitab Allah,
sebagaimana ri-wayat dari AH r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "AsshiratuI mustaqiim kitabullah". Juga berarti Islam,
sebagai agama Allah yang tidak akan diterima lainnya.
An Nawas bin Sam'aan
r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Allah mengadakan contoh
perumpamaan suatu jalan yang lurus, sedang di kanan-kiri jalan ada dinding
(pagar tembok) dan di pagar ada pintu-pintu tcrbuka, pada tiap pintu ada tabir
yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia
masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka
bila ada orang yang akan membuka pintu diperingatkan, 'Celaka anda, jangan
membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk'. Shiraat itu ialah Islam,
dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terboka ialah yang
diharamkan Allah sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dan seruan
di atas shirat ialah seman nasihat dalam hati trap orang muslim. (HR. Ahmad,
at-Tirmidzi, an-Nasa'i).
Tujuan ayat ini minta
taufik hidayat semoga tetap mengikuti apa yang diridai Allah, sebab siapa yang
mendapat taufik hidayat untuk apa yang diridai Allah raaka ia termasuk golongan
mereka yang mendapat nikmat dari Allah daripada Nabi, shiddiqin, syuhada dan
shalihin. Dan siapa yang mendapat taufik hidayat sedemikian berarti ia
benar-benar Islam berpegang pada kitab Allah dan sunnatuirasul, menjalankan
semua perintah dan meninggalkan semua larangan syariat agama.
Jika' ditanya,
"Mengapakah seorang mukmin haras minta hidayat, padahal ia bersalat itu
berarti hidayat?**
Jawabnya, "Seorang
membutuhkan hidayat itu pada setiap saat dan dalam segala hal keadaan kepada
Allah untuk bisa tetap terus terpimpm oleh hidayat Tuhan itu, karena itulah
Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepada Allah untuk mendapat
hidayat taufik dan pimpinan-Nya, Maka seorang yang bahagia hanyalah orang yang
selalu mendapat taufik hidayat. Sebagaimana firman Allah dalam ayat 136, surat
an-Ni-sa:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ
وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلَالًا بَعِيدًا)
Hai orang beriman
percayalah kepada Allah dan Rasulul-lah. (an-Nisa 136).
Dalam ayat ini orang
mukmin disunih beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan
semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni
istiqamah hingga mati.
(صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ) (7) — Jalan orang-orang yang telah diberi
nikmat oleh Tuhan atas mereka, dan bukan jalan yang dimurkai Tuhan atas mereka
dan bukan jalan orang-orang yang sesat. (7).
Inilah maksud jalan yang
lurus itu, yaitu yang dahulu sudah ditempuh oleh orang-orang yang mendapat rida
dan nikmat dari Allah ialah mereka yang tersebut dalam ayat 69 an-Nisa:
Dan siapa yang taat
kepada Allah dan Rasulullah maka mereka akan bersama orang-orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah dan' para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin, dan mcrekalah
sebat'k-baik kawan. (an-Nisa 69).
Dilanjutkan oleh Allah
dengan ayat: "Dzalikal fadh lu minallahi wakafa billahi aliimaa" =
Itulah karunia Aflah dan ctikup Allah yang Maha Mengeta-hui.
Ibnu Abbas berkata,
"Jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Tuhan kepada mereka sehingga
dapat menjalankan taat ibadat serta istiqamah seperti Malaikat, Nabi-nabi,
Shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Bukan jalan orang-orang
dimurkai atas mereka, yaitu mereka yang telah mengetahui kebenaran hak tetapi
tidak melaksanakannya seperti orang-orang Yahudi, mereka telah mengetahui kitab
Allah, tetapi tidak melaksanakannya, juga bukan jalan orang-orang yang sesat
karena mereka tidak mengetahui.
Ady bin Hatim r.a.
bertanya kepada Nabi saw., 'Siapakah yang dimurkai Allah itu?' Jawab Nabi saw.,
"Alyahud (Yahudi)". 'Dan siapakah yang sesat itu?'-Jawab Nabi saw.,
"An-Nashara (Kristen/Nasrani)".
Orang Yahudi disebut
dalam ayat "Man la'anahullahu wa ghadhiba aJaihi" = Orang yang
dikutuk (dilaknat) oleh Allah dan dimurkai, sehingga dijadikan di antara mereka
kera dan babi.
Orang Nashara disebut
dalam ayat "Qad dhallu min qablu, wa adhallu katsiera wa dhallu an sawaa
issabiil" = Mereka yang telah sesat sejak dahulu, dan menyesatkan orang
banyak, dan tersesat dari jalan yang benar.
Dan sunat bagi siapa
yang membaca Fatihah pada akhirnya membaca "Amin". Yang berarti,
"Ya Allah terimalah
Abu Hurairah r.a.
mengatakan, Nabi saw. bersabda, "Jika Imam membaca Amin maka sambutlah
(bacalah) amin, maka sesungguhnya siapa yang bertepatan bacaan aminnya dengan
aminnya para Malaikat maka dtampunkan baginya dosa-dosa yang telah lalu".
(HR. Bukhari, Muslim).
Abu Musa meriwayatkan,
Rasulullah saw. bersabda, "Jika Imam membaca Waladha dhaaHiin, maka
bacalah Amin niscaya Allah me ne rim a dan menyambut kamu (permintaanmu). (HR.
Muslim).
Pasal: Sunt ini hanya
tujuh ayat, mengandung pujian dan syukur kepada Allah dengan menyebut nama
Allah dan sifat-si-fat-Nya yang mulia, lalu menyebut ha! Hari Kemudian,
pemba-lasan dan tun tut an, kemudian menganjurkan kepada hamba su-paya meminta
kepada Allah dan merendah diri pada Allah $er-ta lepas bebas dari daya kekuatan
diri menuju kepada tulus ikh-las dalam melakukan ibadat dan tauhid pada Allah,
kemudian menganjurkan kepada hamba sahaya selalu minta hidayat tauftk dan
pimpinan Allah untuk dapat mengikuti shirat mustaqiim su-paya dapat tergolong
dari golongan hamba-hamba Allah yang telah mendapat nikmat dari golongan Nabi,
Siddiqin, Syuhada dan Shalihin. Juga mengandung anjuran supaya berlaku baik
mengerjakan amal saleh jangan sampai tergolong orang yang dimurkai atau
tersesat dari jalan Allah.
No comments:
Post a Comment