Wednesday, July 31, 2013

Surah al Baqarah 1-25

AL-BAQARAH

Bismillahirrahmanirrahim
Surat al-Baqarah diturunkan sesudah Hijrah disebut Madaniyah berisi 287 ayat, 6121 kata (kalimat) 25500 huruf. Termasuk surat pertama yang turun di Madinah.
Fadhilah kelebihan surat al-Baqarah

1. Maqil bin Yasar r.a. berkata, Nabi saw. bersabda:
Surat al-Baqarah bagaikan punggung al-Qunn, bahkan puncaknya, turun bersama tiap ayat delapan puluh Malai­kat, dan diambilkan ayat kursi dan bawah Arsy untuk disambung di dalamnya. Dan surat Yaasiin bagaikan jantung al-Quran, tiada seorang yang membaca Yaasiin dengan ikh las karena Allah dan mengharap pahala akhirat melainkan pasti dtampunkan baginya, dan bacakan Yaasiin pada orang matimu (akan mati).
(HR. Ahmad).
2. Abu Hurairah r.a menyatakan, Nabi saw. bersabda:

31

Jangan kamu jadikan rumahmu bagaikan kubur. Sesungguhnya rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah tidak dimasuki setan. (HR. Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i),

3. Sahl bin Sa'ad mengatakan, Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya segala sesuatu ada punggungnya yang tinggi dan punggung al-Quran surat al-Baqarah, dan siapa yang membaca di rumahnya waktu malam tidak akan dimasuki setan tiga malam, dan siapa yang membacanya siang hari tidak akan dimasuki setan tiga hari. (HR. at-Thabrani. Ibnu Hibban, Ibnu Mardawath).

4. Abu Hurairah r.a. berkata:

32

Rasulullah saw. akan mengirim pasukan yang banyak, lalu menguji orang-orang untuk membaca al-Quran apa yang dia hapal, tiba-tiba ada pemuda yang termuda ditanya, "Anda hapal apa?" Jawabnya, "Beberapa surat dan juga surat al-Baqarah". Nabi saw. bertanya, "Apakah anda ha­pal surat uI-Baqarah?" Jawabnya, "Ya." Maka Nabi saw. bersabda, "Pergilah dan anda sebagai pimpinan mereka". (HR. at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah).
Daiam hadis ini ada tambahan, "Lalu ada seorang terkemuka dalam pasukan itu yang berkata, Saya belum berani mempelajari surat al-Baqarah, khawatir kalau tidak dapat menjalaninya".

Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata, "Siapa yang membaca sepuluh ayat dari surat al-Baqarah di waktu malam maka rumahnya tidak dimasuki setan malam itu, yaitu empat ayat dari mutanya dan ayat kursi serta dua ayat berikutnya dan tiga ayat terakhir."

Di lain riwayat, Pada hari itu tidak akan didekati setan atau sesuatu yang tidak disukainya, bahkan jika dibacakan pada orang gila mungkin akan sembuh (gila yakni kemasukan setan).

5. Usaid bin Hudhair r.a. berkata, "Ketika aku membaca surat al-Baqarah sedang kudaku terikat, tiba-tiba kuda itu berlari-lari, maka aku diam, maka diamlah kuda itu, kemudian aku baca dan bergerak kembali kuda itu, kemudian aku bangun, kerana di dekat kuda itu ada putraku Yahya, khawatir kalau diinjak kuda itu, dan ketika aku keluar melihat ke langit, terlihat seperti payung berupa lampu sehingga aku hampir tidak dapat melihat langit. Dan pada pagi harinya aku memberitahu kepada Nabi saw". Maka Nabi saw. bersabda kepadaku, "Bacalah hai putra Hudhair." Jawabku, "Aku khawatir akan putraku ya Rasu­lullah." Lalu Nabi saw. bertanya, "Tahukah anda apakah yang anda lihat itu?" Jawabku, "Tidak." Maka sabda Nabi saw., "itulah Malaikat mendekati suara bacaanmu, andaikan anda ba­ca hingga pagi niscaya orang-orang akan dapat melihatnya." (HR. Bukhari).

33

6. Abu Umamah r.a. mengatakan, Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

Bacalah al-Quran sebab ia akan dapat membela (memberi syafaat) kepada yang membacanya pada hari kiamat. Baca­lah kedua surat yang bagai bintang terang yaitu surat al-Baqarah dan Ali Imran, sebab keduanya akan datang di hari kiamat bagaikan awan atau naungan atau rombongan burung yang berbaris, untuk membela pada ahlinya (orang yang mengamalkannya, selalu membacanya) di hari kiamat. Bacalah surat al-Baqarah, sebab mempelajarinya berarti berkat dan meninggalkannya berarti rugi dan menyesal, dan tidak dapat melaksanakan dan mempelajarinya orang yang curang tidak jujur (ahli sihir). (HR. Ahmad. Muslim).

7. An-Nawwas bin Sam'an r.a. mengatakan, saya telah mendengar Nabi saw. bersabda: Kelak di hari kiamat akan dihadapkan al-Quran dan ahli-nya, yaitu orang-orang yang mengamalkannya, didahului (dipimpin) oieh surat al-Baqarah dan All Imran.
(HR. Ahmad. Muslim).

34

Dan Rasulullah saw. memberikan contoh kedua surat itu bagaikan awan atau naungan (payung) atau rombongan burung yang berbaris untuk membela dan mempertahankan orang-orang yang mengamalkannya.

Bismillahirrahmanirrahim, Alif, Laam, Miim.

Ahli-ahli tafsir berbeda pendapat mengenai huruf lepas yang tereantum dalam permulaan surat.
1. Mengembalikan tafsir nya kepada Allah, hanya Allah yang mengetahuinya. Demikian pendapat Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan Ibnu Mas'ud r.a.

2. Nama surat atau sebagian dari nama Allah yang diletakkan dalam permulaan surat. Tiap huruf menunjukkan nama Al­lah: Alif = Allah, Laam, = Lathif, Miim — Majid. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Alif, laam 1iim termasuk ismullahil a'dham."

3. Ada yang berpendapat, Tujuan huruf-nuruf lepas itu menunjukkan i’jazul Quran, kelebihan mukjizat al-Quran, meskipun al-Quran tersusun dari huruf kalimat yang biasa dipergunakan oleh makhluk, tetapi makhluk takkan sanggup menyusun, membuat seperti al-Quran, walaupun seperti surat yang se-singkat-singkatnya sekalipun, demikian pendapat ar-Razi dari al-Mubarrid dan al-Qurthubi, al-Farraa’, kemudian dibenarkan oleh az-Zamakhsyari dan diikuti oleh Ibnu Taimiyah.

Az-Zamakhsyari berkata, "Dan sengaja semua huruf-huruf itu tidak dijadikan satu, tetapi diulang dalam beberapa surat, supaya lebih kuat dan hebat tantangannya, juga ada kalanya hanya satu huruf atau dua huruf, tiga huruf, empat huruf dan lima huruf, sebagaimana kebiasaan susunan kata-kata dalam bahasa Arab seperti: Nun haa mim, alif lam mini, alif lam mim shad, kaf ha ya' ain shad.

Ibn Katsier berkata, "Karena itu setiap surat yang dimulai dengan huruf- huruf lepas ini, maka langsung menyebut kelebih­an, kebesaran keagungan al-Quran, dan ini dapat dirasakan dan diketahui oleh orang yang benar-benar memperhatikan al quran yang tersebut dalam dua puluh sembilan surat seperti: Alif laam mim Dzalikal kitabu laa raiba fihi.

Alif lam mim tanzilulkitab. Alif lam mim shad, Kitabun

35

(ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ) (2). = Inilah kitab yang tiada mengandung keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. (2).
Kitab al-Quran ini tidak ragu bahwa ia benar-benar diturunkan oleh Allah. Tidak ragu bahwa semua beritanya benar, tuntunannya benar, hukumnya adil dan bijaksana, tidak ragu bahwa ia akan mencapai hajat tujuan hidup manusia dunia dan akhirat. Seperti tersebut dalam ayat:
Katakanlah bahwa al-Quran ini bagi orang yang beriman (pcrcaya) menjadi petunjuk dan penyembuh.

Dan kami telah menurunkan dalam al-Quran apa-apa yang mengandung obat penyembuh dan rahmat bagi orang mukminin, dan tidak menambah apa-apa bagi orang zalim kecuali rugi semata-mata.

Hai semua manusia, kini telah datang kepadamu nasihat (tuntunan) dari Tuhanmu dan obat penyembuh dari berba-gai penyakit da!am dada, dan sebagai petunjuk serta rah­mat bagi orang-orang mukmin (yang percaya).

36

Hudan berarti nur cahaya. Litmuttaqiin = Orang mukmin yang berhati-hati dari syirik, menjauhi syirik dan melakukan taat. Demikian keterangan Ibnu Abbas.

Al-Hasan al-Bashri berkata, "Takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Takwa kewaspadaan, menjaga benar-benar pe­rintah dan menjauhi larangan. Athiyah as-Sa'di mengatakan, Rasulullah saw. bersabda:

Seorang hamba tidak dapat mencapai Mutaqqin (derajat takwa), sehingga meninggalkan apa yang tidak berdosa se­mata-mata karena khawatir terjerumus dalam dosa. (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Hasan Gharib).

Kewaspadaan. ini ialah sebagaimana ketika Umar bin al-Khatthab r.a. bertanya kepada Ubay bin Ka'ab tentang takwa. Jawab Ubay, "Apakah anda tidak pernah berjalan di tempat yang penuh duri?" Jawab Umar, "Ya." Pertanyaan, "Lalu anda berbuat apa?" Jawab Umar, "Saya sangat waspada dan bersungguh-sungguh menyelamatkan diri dari duri itu." Ubay ber­kata, "Itulah contoh takwa (kewaspadaan dengan kecermatan)."

Ibnul Mu'tazz berkata, "Khali dzunuba shaghiraha waka-biraha. Dzaa kat tuqa. Wash-na' kamaa syin fauga. Ardhisy-syauki yah dzaru maa yara. Laa tahqiranna shaghiratan, innal jibala minalhasha, artinya: "Tinggalkan semua dosa yang kecil maupun yang besar, itulah takwa. Dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di tanah yang penuh duri, selalu waspada dari apa yang dilihatnya. Jangan meremehkan dosa kecil, ingatlah gunung yang besar tersusun dari batu-batu yang kecil (kerikil).

Abu Umamah r.a. mengatakan, Rasulullah saw. bersabda:

37

Seorang tidak pernah mendapat keuntungan setelah ia bertakwa kepada Allah yang lebih baik daripada mendapat istri shalihah, yaitu jika dilihat menyenangkan, jika disuruh taat, dan jika disumpah menepatinya, jika ditinggal menjaga dirinya dan hartanya. (HR. Ibnu Majah).

(الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ) = Orang muttaqin ialah, mereka yang percaya pada ajaran yang gaib tidak dapat dicapai oleh panca indera dan menegakkan salat, dan dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, mereka membelanjakan (mendermakan). (3).

Iman ialah percaya yang dilengkapi dengan rasa takut, lalu beramal. Sifat pertama dari orang-orang muttaqin. Beriman, percaya pada segala berita dan ajaran yang gaib, percaya ada-nya Allah, malaikat, Kitab Allah dan utusan Allah, Hari Ke­rn udi an, Akhirat, surga dan neraka.

Iman tidak cukup dengan hati harus diucapkan, tidak cukup diucapkan, harus diamalkan, dan iman dapat bertambah dan berkurang. Dan rasa takut kepada Allah termasuk intisari iman.

Abdurrahman bin Yazid berkata, "Ketika kami duduk di majelis Abdullah bin Mas'ud r.a. kami membicarakan sahabat Nabi saw. dan kelebihan mereka dari kami, lalu Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Ajaran Nabi Muhammad saw. jelas bagi orang yang melihat dan bertemu padanya. Demi Allah yang tiada Tun an lain-Nya tiada seorang beriman yang lebih utama

38

(afdhal) dari pa da beriman dengan gaib, lalu Abdullah bin Mas'ud membacakan, alif laam miim dzaalikal kitaabu laa raiba fiihi hudan Hlmuttaqiin hingga almufiihuun".
Ibn Muhairiz berkata kepada Abu Jum'ah, "Ceriterakan kepada kami apa yang telah kamu dengar dari Rasulullah saw!" Jawab Abu Jum'ah, "Baiklah akan aku ceriterakan kepadamu hadis yang baik, yaitu, Kami makan siang bersama Nabi saw. dan bersama kami juga Abu Ubaidah bin at-Jarrah. Lalu dia bertanya, 'Ya Rasulullah apakah ada orang yang lebih baik da­ri pada kami, padahal kami telah Islam dan berjuang bersama-mu?' Jawab, Nabi saw., "Ya, yaitu kaum (orang-orang) yang akan datang sesudahmu, mereka percaya kepadaku padahal mereka tidak melihat (bertemu) dengan ku". (HR. Ahmad).

Salih bin Jubair berkata, Abu Jum'ah al-Anshari r.a. saha­bat Nabi saw. datang untuk sembahyang di Baitil Maqdis, sedang bersama kami Rajaa bin Hayaat r.a. Kemudian ia akan kembali, kami mengantarkannya. Lalu ia berkata, 'Kalian berhak menerima jaizah (hadiah). Aku akan ceriterakan kepadamu ha­dis yang aku dengar dari Rasulullah saw. Kami berkata, Sila-kan. semoga Allah memberi rahmat kepadamu. Kemudian ia berkata, 'Ketika kami bersama Rasulullah saw. 'dan Mu'adz bin Jabal orang yang kesepuluh di antara kami, kami bertanya, Ya Rasulullah, apakah ada kaum yang lebih besar pahalanya dari kami, kami telah percaya kepada Allah dan taat kepadamu?" Jawab Nabi saw., "Apakah yang dapat menghalangi kamu un­tuk beriman sedang Rasulullah di sisimu dan wahyu masih tu-run dari langit di tengah-tengah kamu, tetapi ada kaum yang akan datang sesudahmu, mereka hanya percaya pada kitab (buku yang dibendel, lalu percaya dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, mereka lebih afdhal (utama) dari kali­an, mereka lebih afdhal daripada kamu, mereka lebih besar pa­halanya daripada kamu". (HR. Abu Bakar bin Mardawaih).

Wa yuqiimuunas shalaata = Menegakkan salat. Ibnu Ab­bas berkata, "Iqamatus shalat yaitu menyempurnakan rukuk, sujud, bacaan dan khusyuk."
Qatadah berkata, "Menjaga waktunya, wudunya dan ru­kuk, sujudnya."
Salat dalam arti bahasa yakni berdoa. Tetapi dalam istilah agama, berarti beberapa bacaan dan gerak perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan syarat-syarat yang tertentu.

39

Wa mimma razaqnaahum yunfiquun. Ibnu Abbas berkata, "Zakat harta." Ibnu Mas'ud berkata, "Belanja untuk keluarga. Dan itu sebelum diwajibkan berzakat."

Qatadah berkata, "Belanjakan apa yang diberikan Allah kepadamu, sebab harta keKayaan hanya titipan sementara pada-mu, dan tidak lama akan terpisah."

Seringkali Allah menggandeng (membarengkan) perintah salat dengan zakat atau infak, sebab salat ibadat yang meliputi tauhid, pujian dan doa serta menyerah diri pada Allah, sedang infak berupa uluran tangan dan budi kepada sesama manusia, yakni amal kebaikan yang menjalar dan berguna bagi makhluk, karena itu yang utama kepada keluarga, kerabat, buruh kemu-dian yang lain-lainnya.

Infak di sini meliputi semuanya yang wajib maupun yang sunat.

(وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ) (4) = Dan mereka yang beriman (percaya) pada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu dan terhadap akhirat me­reka yakin benar. (4).

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Mereka yang percaya pada apa yang diturunkan Allah kepadamu daripada wahyu, juga percaya pada apa yang diturunkan Allah pada Rasul-rasul yang sebelummu, dan kepada akhirat mereka yakin, terhadap bangkit sesudah mati, kiamat, surga, neraka, hisab dan mizan timbangan amal."

Ibn Jarir menerangkan tiga pendapat ulama tafsir mengenai tujuan ayat tiga dan empat ini:
1. Kedua ayat ini sama-sama ditujukan kepada semua orang mukmin dari bangsa Arab maupun ahli kitab.
2. Keduanya sama tertuju kepada orang mukmin dari ahli kitab saja.
3. Ayat ketiga untuk orang mukmin dari bangsa Arab, sedang yang keempat tertuju kepada orang mukmin ahlil kitab.
Bersamaan dengan ayat 199 surat All Imran:

40

Sesungguhnya ada di antara orang ahli kitab yang pereaya (beriman) pada Allah dan apa yang diturunkan ke­padamu, dan apa yang diturunkan kepada mereka, mereka khusyuk, tunduk, taat kepada Allah.

Dan surat al-Qashash ayat 52, 53, 54 yang berbunyi:

Mereka yang telah Kami turuni kitab sebelum al-Quran ini, mereka juga telah beriman. Dan bila dibacakan kepada mereka al-Quran mereka berkata, "Kami telah beriman dengan al-Quran ini, sungguh itu hak dan benar dari Tuhan kami, sungguh kami dan sebelum turunnya al-Quran telah Islam. Mereka yang sedemikian akan diberi pahala lipat dua kali karena kcsabaran mereka. (al-Qashash 52, 53, 64).

Abu Musa r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tiga macam orang yang akan diberi pahala mereka lipat dua kali: 1. Seorang ahlil kitab yang telah beriman kepada Na-

41

binya, kemudian beriman kepadaku; 2. Seorang hamba sahaya yang menunaikan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap majikannya; 3. Seorang yang mendidik hambanya (wanita) dengan baik, kemudian dimerdekakan dan dikawininya.
(HR. Bukhari, Muslim).

Mujahid berkata, "Allah telah menyebut dalam permulaan surat al-Baqarah sifat orang mukmin dalam empat ayat, dan sifat orang kafir dalam dua ayat. Dan tiga belas ayat sifat orang muriafik.

Maka tiap orang mukmin harus bersifat dengan semua sifat yang tersebut dalam ayat-ayat itu, sehingga tidak sah iman jika hanya bersifat dengan satu tanpa yang lain, maka harus beri­man bilghaib dan mendirikan salat, dan berzakat dan percaya pada apa yang diturunkan, diajarkan oleh Rasulullah saw. dan apa yang diajarkan oleh Nabi-nabi yang sebelumnya, serta yakin terhadap akhirat sebagaimana firman Allah dalam ayat 136 an-Nisa:

Hai orang-orang yang beriman, percayalah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya juga kitab yang diturunkan sebelumnya. (an-Nisa 136). Dan ayat 46 al-Ankabut:

Katakanlah, "Kami beriman (percaya) kepada apa yang di­turunkan pada kami dan apa yang diturunkan kepada ka­mu, Tuhan kami dan Tuhanmu hanya satu. (al-Ankabut 46).

42

Di dalam hadis sahih Nabi saw. bersabda:

Jika orang-orang ahlil kitab berceritera kepadamu, maka jangan kamu dustakan dan jangan kamu percaya, tetapi kamu katakan; Kami percaya pada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.

Rasulullah telah percaya pada apa yang diturunkan Tuhan kepadanya, juga orang-orang mukminin, masing-masing percaya pada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya, kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dan Rasul-rasuI-Nya. (al-Baqarah 285).

(أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (5) = Mereka yang mendapat hidayat dan Tuhan mereka, dan mereka pula orang-orang. yang bahagia (untung). (5).

Mereka yang bersifat sebagaimana tersebut dalam ayat ke-dua dan ketiga, merekalah yang mendapat petunjuk hidayat, nur dan penerangan dart Allah dan merekalah yang akan baha­gia dan untung di dunia dan akhirat.

Ibnu Abbas berkata, ketika orang-orang mengeluh kepada Nabi saw., 'Ya Rasulullah, kami membaca alQ-uran, maka timbul harapan. Tetapi ada kalanya kami membaca al-Quran, lalu timbul rasa patah harapan.' Jawab Nabi saw., "Sukakah aku beritakan kepadamu ahli surga dan ahli neraka?" Jawab saha-

43

bat, 'Baiklah ya Rasulullah.' Lalu Nabi saw. membaca, "Alif laam miim, Dzaalikalkitaabu laa raiba fiihi sampai Almuflihuun ayat kelima, mereka ini ahli surga". Sahabat berkata, 'Kami mengharap semoga termasuk golongan mereka itu.' Kemudian Nabi saw. membaca ayat keenam: Innal ladznna kafaru sa-waa'un alaihim hingga adhiim (ayat keenam ketujuh), mereka ini ahli neraka". Sahabat berkata, 'Kami bukan golongan mere­ka ini ya Rasulullah. Jawab Nabi saw., "Benar". (HR. Abi Hatim).

(إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ) (6) = Sesunggtihnya mereka yang kafir, sama saja terhadap mereka engkau peringatkan atau tidak, mereka tetap tidak akan beriman. (6).

Kafaru berarti tertutup dari kebenaran oleh kepentingan mereka, sehingga karena kepentingan maka tidak menghirau-kan kebenaran tuntunan Allah, tidak menaati ajaran Allah dan Rasulutlah saw. merasa jika menurut ajaran Allah dan Rasulul­lah tidak akan tercapai kepuasan nafsunya.

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Tadinya Rasulullah saw. berhasrat sungguh-sungguh supaya semua orang mendapat hidayat dan mengikutinya, maka diberitahu oleh Allah, bahwa manusia takkan beriman, kecuali yang tercatat bahagia dalam Lauh Mahfudh, demikian pula takkan tersesat kecuali yang tercatat sial dalam Lauh Mahfudh, tersebut dalam ayat 96-97 surat Yunus:
(إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ) 96. (وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّىٰ يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ) 97
Sesungguhnya mereka yang selayaknya menerima siksa Tuhan tidak akan beriman. Meskipun telah sampai kepada mereka segala bukti tuntunan sehingga melihat dengan nyata siksa yang sangat pedih. (Yunus 96 - 97).

44

Di lain ayat. Fa innama alaikal balaaghu wa alainal hisab = Sesungguhnya kewajibanmu hanya menyampaikan dan Kami yang akan mengadakan hisab perhitungan.
Maka siapa yang tercatat di sisi Allah, celaka maka takkan ada yang dapat menolongnya, memperbaikinya atau menasihati-nya, karena itu engkau jangan sedih memikirkan mereka dan jangan hiraukan terhadap mereka yang tidak suka menerima ajaranmu.

(خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ) (7) = Al­lah telah menutup hati mereka, dan tetinga mereka, sedang mata mereka kabur, dan untuk mereka siksa yang berat. (7).
Karena dikuasai, dipengaruhi oleh setan sehingga penuh dengan dosa dan pelanggaran maka akhirnya tertutup hati oleh banyaknya dosa sebagaimana firman Allah, "Wa aha that bihi khathi'atuhu = Dosa-dosanya telah meliputinya (menutupinya).

Sebagian ulama tafsir mengatakan, Khatamallahu alaaqu­luubihim. Dalam ayat ini, Allah memberitahukan tentang kesombongan mereka sehingga mengabaikan hak dan enggan mendengarkan ajaran tuntunan yang baik.

Dan Allah telah menutup hati mereka sebagai alasan yang setimpal sesuai dengan merajalela mereka dalam kebatilan dan menolak hak, sebagaimana tersebut di lain ayat: Bal thaba Al-lahu alaiha bikufri Him = Bahkan Allah telah menutup hati mereka karena kekafiran mereka.

Hudzaifah r.a. mengatakan, Nabi saw. bersabda:

45

Ujian fitnah itu selalu ditawarkan ke dalam hati manusia, satu persatu bagaikan daun tikar sehelai-helai, maka yang mana yang termakan oleh hati itu bertitik hitam di dalamnya, dan tiap hati yang menolaknya bertitik putih, sehingga ada dua bentuk hati, yang putih bagaikan marmar yang putih, yang tidak terpengaruh oleh fitnah yang bagai-manapun juga adanya selama adanya langit dan bumi, sedang yang kedua hitam kelam bagaikan dandang (periuk untuk menanak nasi) yang terbalik tidak mengenal ma'ruf dan tidak menolak mungkar.

Abu Hurairah r.a. mengatakan, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa berbintik hitam dalam hatinya, kemudian jika ia tobat dan menghentikan dosa itu, kembali bersih mengkilat hatinya, tetapi bila ia menambahnya, maka bertambah bintik hitamnya sehingga menutupi hatinya, maka itulah yang bernama Arraan yang tersebut dalam ayat: Kallaa bal raana alaa quluubihim maa kaanu ygksibun = Tidak demikian tetapi telah kotor (keruh) hati mereka karena perbuatan mereka sendiri. (HR. at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah).

46

Dalam hadis dan ayat ini nyata Allah menyatakan bahwa dosa itu jika terus menerus diperbuat dapat menutup hati dan jika telah diliputi oleh dosa yang demikian Allah menutupnya, sehingga tidak ada jalan untuk beriman dan tidak dapat terlepas dari kekafirannya. Maka itulah yang disebut Khatama Allah alaa quluubihim wa alan sam'ihim.

(وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ) (8)- Dan sebagian da­ri manusia ada yang berkata, "Kami beriman pada Allah dan hari kemudian (akhirat)", padahal mereka tidak beriman. (8).

(يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ) (9) = Mereka akan menipu Allah dan kaum mukminin, padahal mereka tiada menipu kecuali dirinya sendiri, sedang mereka tidak merasa. (9).

Kemudian sesudah hijrah ke Madinah dan mulai terlihat kekuatan Islam sesudah mencapai kemenangan dalam perang Badar, barulah ada orang-orang yang berpura-pura Islam pada­hal hatinya masih tetap kafir seperti Abdullah bin Ubay bin Salul tokoh Khazraj yang pernah akan dinobatkan sebagai Presiden di Madinah, tetapi gagal karena tiba-tiba Nabi saw. datang di kota Madinah. Demikian pula kawan setianya Abdullah bin Ubay.

Setelah Allah menyebut sifat orang mukminin, munafiqin dalam empat ayat lalu orang-orang kafir dalam dua ayat, maka di sini Allah akan menyebut sifat orang-orang munafik yang berusaha menunjukkan iman dan menyembunyikan kafir, oleh karena keadaan mereka ini sangat berbahaya maka Allah me-

47

nyebutkan sifat mereka secara luas dalam berbagai macam cara siasat mereka yang licin dan penakut itu, supaya orang Muslim menghindari sifat-sifat itu dan juga waspada terhadap orang yang bersifat sedemikian, sebagaimana tersebut dalam surat Bara'ah, al-Munafiqun, an-Nur, sengaja Allah menyebutkan sifat orang munafik secara meluas supaya kaum mukminin jangan tertipu oleh siasat dan perangkap mereka. Mereka dengan perbuatan nifaknya seakan-akan menipu Allah dan kaum mukminin, padahal akibat bahaya nifak itu hanya akan menimpa diri mereka sendiri, sedang mereka tidak merasa dan mengerti yang demikian itu.

(فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ) (10) = Di dalam hati mereka ada penyakit ragt, maka Allah me­nambah penyakit mereka. Dan bagi mereka siksa yang pedih karena mcreka berdusta. (10)

Yakdzibuun; berdusta dalam ucapan syahadatnya dan kata imannya. Yukhadz-dzibuun herarti mendustakan segala berita yang gaib, ajaran yang dibawa oleh Nabi saw.
Dalam surat Bara'ah (at-Taubah) ayat 124 - 125 disebutkan:
(وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَٰذِهِ إِيمَانًا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ) 124. (وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ) 125.
Adapun orang-orang yang beriman maka bertambahlah iman mereka dan mereka selalu gembira (selalu mendapat kabar gembira). (124). Adapun orang yang dalam hati mereka ragu (munafik) maka akan bertambah keruh (sesat bahaya) di samping kekeruhan yang telah ada pada mere­ka. (125).

Memang demikian jika ia dari semula telah beriman maka

48

tiap ajaran wahyu yang baru akan menambah imannya, sebalik-nya jika ia dari semula ragu, sesat maka tiap ayat surat yang turun akan menambah keraguan dan kejengkelan dan kekeruh­an pikiran serta kesesatannya.

Al-Qurtubhi ketika ditanya tentang hikmat mengapa Nabi saw. tidak membunuh mereka padahal ia mengetahui keadaan mereka, maka jawabnya adalah sebagaimana yang tersebut di dalam sahih Bukhari, Muslim: Rasulullah saw. berkata kepada Umar r.a., "Saya tidak suka orang-orang menyiarkan bahwa Muhammad membunuh kawan-kawannya".

Khawatir kalau-katau orang-orang Arab yang tidak menge­tahui sebab pembunuhan itu, mungkin mundur dan takut masuk Islam.

Imam Malik berkata, "Rasulullah saw. tidak membunuh orang munafik untuk menjelaskan pada umatnya bahwa seorang hakim tidak boleh menghukum menurut pengetahuannya sendiri."

Imam Syafii berkata, "Yang menahan Nabi saw. untuk ti­dak membunuh orang-orang munafik padahal ia mengetahui keadaan mereka, karena mereka telah menunjukkan apa yang dapat menahan (memetihara) darah dan harta mereka, sebagai tersebut dalam hadis sahih."

Aku diperintah memerangi orang-orang sehingga mereka mengucap, "Laa ilaha illallah", maka bila mereka telah mengucapkannya terpelihara dari padaku darah dan harta mereka kecuali dengan haknya dan perhitungan mereka terserah kepada Allah Azza wa Jalla. (Bukhari, Muslim).

Allah menyebut keadaan orang munafik di Masyhar, dalam surat al-Hadid ayat 14:

49

(يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمْ فَتَنتُمْ أَنفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّىٰ جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ)

Mereka berseru, kepada kaum mukminin: Tidakkah kami tadi bersama kamu? Dijawab: "Benar, tetapi kamu telah merusak (membinasakan) dirimu, dan menanti-nanti (kebinasaan kami), dan kamu ragu, dan kamu tertipu oleh angan-angan sehingga tiba apa yang dikehendaki oleh Alalh (putusan Allah). (al-Hadid 14).

(وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ) (11). (أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ) (12). (Jika dikatakan kepada mere­ka: "Kamu jangan menisak di atas bumi". Jawab mereka: "Sesungguhnya kami memperbaiki". (11). Ingatlah itulah yang menisak, tetpai mereka tidak merasa. (12).

Laa tufsidu fil ardhi: "Jangan berbuat maksiat di atas bu­mi, sebab kebaikan bumi ini hanya tercapai dengau taat maka tiap perbuatan maksiat atau anjuran untuk berbuat maksiat ma­ka itu berarti menisak, mengacau.

Ibn Jarir berkata: "Orang munafik menrusak di atas bumi karena maksiat dan pelanggaran mereka terhadap larangan Al­lah serta mengabaikan perintah Allah dan ragu terhadap ajaran agama yang mengharuskan percaya dan yakin, juga mereka membantu pada orang-orang yang mendustakan ajaran Allah dan Rasulullah saw. Dan orang-orang munafik itu selalu merasa bahwa perbuatan kejahatan mereka itu sebagai perbaikan dan kebaikan".

Innamaa nahnu mush-lihuun: "Sesungguhnya kami hanya memperbaiki antara kedua golongan kafir dengan mukmin, dan kami dapat berdamai dan baik dengan keduanya. Ingatlah justru usaha untuk mencampur aduk antara iman dengan kufur itulah pengnisakan dan pengacaubalauan, hanya karena kebodohan mereka maka mereka tidak mengetahui dan tidak dapat merasakan".

50

(وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ) (13).
Jika dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagai-mana imannya orang-orang yang taat." Maka jawab mereka, "Apakah akan disuruh beriman seperti orang-orang yang bo-doh-bodoh?" Ingatlah mereka itulah yang bodoh, tetapi tidak menyadari kebodohannya. (13).

Orang munafik selalu merasa lebih bijaksana atau modern, sebab mereka tidak mempunyai keyakinan dan selalu ragu, ka­rena itu mereka menganggap tiap orang yang percaya dan yakin itu bodoh, tidak maju pikirannya. Padahal keraguan mereka terhadap ajaran Allah dan Rasulullah saw. itulah kebodohan dan kesesatan yang jelas, tetapi mereka tidak mengetahui, tidak merasa, tidak sadar terhadap kesesatan dan kebodohan yang mencolok itu. Orang sekarang mengatakan orang yang taat patuh pada tuntunan Allah tanpa ragu itu dengan istilah kolot, ti­dak maju, kurang modern.

Safih jamaknya suffahaa ialah orang bodoh yang lemah pikiran dan tidak dapat membedakan antara baik dengan buruk, yang berguna dengan yang berbahaya.

(وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ) (14), (اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ) (15). = Dan jika mereka bertemu dengan orang-orang mukmin mereka berkata, "Kami juga beriman seperti kamu. " Dan jika mereka

51

kembali menyendiri dengan setan-setan (tokoh, pemimpin) mereka berkata, "Kami tetap setia kepadamu, kami hanya mempermainkan orang mukmin." (14). Allah akan membalas ejekan mereka, dan membiarkan mereka dalam kesesatan mereka bingung. (15).
Jika bertemu dengan kaum mukminin mereka berpura-pura beriman, tetapi jika mereka telah kembali kepada pemimpin, tokoh mereka, mereka mehyatakan tetap setia, tetap sependirian dengan mereka, dan mereka hanya akan mempermainkan orang mukmin.
Fii thugh yanihim ya'mahuun = Dalam kesesatan mereka buta bingung, tidak mendapatkan jalan untuk keluar, sebab Al­lah telah menutup hati, telinga dan mata penglihatan kabur, mereka tetap tidak mendapat petunjuk.

(أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ) (16) = Me­reka telah membeli kesesatan dengan petunjuk hidayat maka tidak untung (laba) perdagangan mereka, dan mereka tidak mendapat hidayat (petunjuk). (16).

Isytarau = Mengambil, memilih, mengutamakan kesesatan daripada petunjuk ajaran Allah dan Rasulullah saw.

Mereka telah keluar dari petunjuk hidayat menuju kepada kesesatan, dari jama'atul muslimin kepada perpecahan, daripa­da keamanan kepada ketakutan, daripada sunnaturrasul kepada bid'ah yang berlawanan dengan ajaran Rasulullah saw.

Yang demikian itu karena mereka telah beriman kemudian kafir, maka tertutuplah hati mereka.

52

(مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَّا يُبْصِرُونَ)(17). (صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ) (18) = Contoh perumpamaan mereka bagaikan seorang yang menyalakan api, maka keti-ka telah terang apa yang di sekitarnya, tiba-tiba Allah me-madamkan cahaya penerangan mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan tidak melihat apa-apa. (17). Me­reka pekak, bisu dan buta, maka mereka takkan dapat kembali kepada kebenaran. (18).
Contoh perumpamaan ini diumpamakan ketika mereka te­lah memilih kesesatan sesudah ia mertgenal petunjuk hidayat, sehingga menjadi buta setelah ia melihat, bagaikan orang yang menyalakan api, maka ketika terang, apa yang ada di sekitar­nya tampak dengan nyata, dan dapat mempergunakan apa yang dapat dilihat di kanan-kirinya. Tiba-tiba padamlah api, dan ber-ada dalam getap gulita, sehingga tidak dapat melihat apa-apa, bahkan ia menjadi pekak, bisu. Andaikan ada penerangan lagi, sudah tidak dapat melihat lagi, karena itu ia tidak mungkin da-pat kembali sebagaimana sediakala ketika masih beriman. Ayat ini menunjukkan bahwa mereka tadinya beriman kemudi­an ingkar dan kafir.
Ar-Razi berkata, "Contoh perumpamaan ini sangat tepat, sebub mereka pada mulanya mendapat nur iman, kemudian di-batalkan dengan keraguan nifaknya sehingga menjadi bingung karena kehilangan pegangan agama."
(ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ) = Allah memadamkan cahayanya yang sangat berguna bagi mereka dan tinggal tetap panas dan asap api itu yang akan mencemaskan mereka daiam suasana ge-lap, panas dan sesak napas dengan asapnya.

Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan beberapa sahabat berkata, "Sesungguhnya ada beberapa orang ketika Nabi saw. baru hijrah ke Madinah yang masuk Islam, kemudian mereka menjadi munafik meragukan ajaran tuntunan Islam, sehingga tadinya ia mengenal halal, haram, baik dan buruk, kemudian karena ragu maka kembali dalam kegelapan bingung.

53

(أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِم مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ) (19). (يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُم مَّشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ) (20). = Atau bagai-kan hujan yang turun dari langit, diliputi dengan gelap, petir dan kilat, mereka meletakkan jari-jarinya dalam telinga, karena kerasnya suara haiilintar, khawatir mati. Dan Allah tetap mengurung orang-orang kafir. (19). Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka, tiap mereka mendapat penerangan berjalan di dalamnya, dan bila telah ge­lap kembali mereka berdiri/berhenti, andaikan Allah herkehendak niscaya menghapus/melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka, sesungguhnya Allah atas segala sesuatu Maha kuasa. (20).

Di dalam ayat ini Allah mengumpamakan ajaran Islam de­ngan turunnya al-Quran, bagaikan air hujan yang turun dari la­ngit, yakni hajat jiwa manusia kepada al-Quran sama dengan hajat jasmani manusia kepada hujan sedang kegelapan yang meliputi hati (jiwa) manusia ialah kufur (ingkar) ragu dan nifak. Di dalam al-Quran cukup dijelaskan kesemuanya itu, ada kalanya disertai ancaman terhadap orang kafir atau munafik, dan ada kalanya berupa panggilan supaya segera bertobat kembali kepada tuntunan ajaran Allah untuk diampuni dan diberi rahmat.

Ada kalanya penerangan hak yang dibawakan al-Quran menerangi hati mereka sehingga mereka ikutinya, tetapi kemudian oleh kepentingan tiba-tiba mereka ragu dan bingung, sebab hati mereka menjadi gelap dan terpaksa mereka berhenti.

Yakni jika mereka melthat kemenangan Islam, merasa tenang dan senang, tetapi sebatiknya bila melihat musibah menimpa pada Islam mereka bingung antara tetap mengikuti atau melepaskan diri dari Islam sebagaimana firman Allah dalam ayat 11 surat al-Hajj.
(وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ)
Sebagjan dari manusia ada yang menyembah Allah (taat pada Allah) dengan ragu, maka jika mendapat keuntungan ia tenang dalam agama tetapi jika ditimpa ujian balak berbalik muka. Dia rugi dunia dan akhirat, itulah kerugian yang nyata. (11).

Tetapi orang munafik menutup telinganya dengan semua jari-jarinya takut mati, demikian Allah memberi contoh sifat munafik, ragu terhadap ajaran Allah sehingga ia mengira ajaran tuntunan Allah berbahaya terhadap dirinya dan ia mengira jika menurut tuntunan hidayat petunjuk Allah akan binasa dan mati.

Adapun penerangan al-Quran cukup terang dan gamblang sehingga hampir menyambar penglihatan pandangan mereka, hampir mempengaruhi mereka, sehingga jika terlihat terang mengikuti terpaksa mengikutinya, tetapi jika kembali menjadi gelap mereka bingung hilang akal terpaksa berdiri tegak, tidak tahu ke mana harus pergi dan bagaimana harus berbuat sebab ia tidak tetap beriman percaya kepada Allah dan Rasulullah saw.

Abu Said r.a. mengatakan, bahwa Rasulullah saw. Bersabda

Hati manusia ada empat, 1. Hati yang bersih di dalamnya terang bagaikan lampu, 2. Hati yang tertutup dan terikat tutupnya, 3. Hati yang tengkurap, 4. Hati yang berlapis-lapis. Adapun hati yang bersih maka itu adalah hati orang mukmin, lampunya ialah nur imannya. Adapun hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Adapun hati yang tengkurap adalah hati orang munafik yang asal ia mengetahui kemudian mungkir. Adapun hati yang berlapis, maka hati yang ada iman dan nifak, perumpamaan iman di dalamnya bagaikan biji yang disirami air yang baik dan contoh nifak bagaikan luka yang mengeluarkan darah dan nanah, maka benda yang mana lebih banyak (kuat mengalahkan yang lain).
(يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِم بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ)
Dalam surat al-Hadid ayat 12, Allah berfirman yang arti-nya, "Pada hari kiamat kelak anda akan dapat melihat orang mukmin laki dan wanita diliputi oleh cahaya penerangan dari depan dan kanan mereka dan mereka disambut dengan ucapan, 'Bergembiralah kalian hari ini, mendapat surga yang di bawahnya mengalir sungais-ungai, kekal di dalamnya dan itulah keuntungan yang besar".

56

Pada hari kiamat kelak orang munafik laki dan wanita akan berkata kepada orang-orang mukmin, "Lihatlah kami dapat mengambil penerangan dari cahaya nurmu." Kemudian mereka diperintah, "Kembalilah ke belakangmu untuk mencari nur cahaya," Kemudian ditutup dt antara keduanya desigan din-ding yang di dalamnya berisi rahmat, sedang yang di luarnya siksa. (13). Kemudian mereka berseru dari luar, "Tidakkah ka­mi tadi bersama kamu?" Dijawab oleh orang-orang mukmin, "Benar tetapi kalian telah merusak dirimu sendiri dan menanti-nanti kegagalan kami dan ragu terhadap ajaran agama kami, dan kalian telah tertipu oleh angan-angan (kepentingan) sehingga tiba ketentuan takdir Allah, dan kalian tertipu oleh kemurahan Allah sehingga mempermainkan agama Allah. (14).

Maka kesimpulan dari semua ayat-ayat yang telah tersebut bahwa kaum mukminin terbagi dua, muqarrabin dan abrar. Orang kafir juga dua pimpinan dan pengikut. Orang munafik juga dua yang seratus persen dan yang ada sebagian dari nifak.

Setelah semua keterangan itu maka kini ayat berupa pang-gilan Allah kepada semua manusia, 21 - 22:
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) (21). (الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ) (22). = Wahai semua manusia sembahlah Tuhanmu, yang menjadikan kamu dan menjadikan orang-orang yang sebelummu, semoga kamu bertakwa. (21).

57

Tuhan yang menjadikan untukmu bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan menurunkan air dari langit, maka menumbuhkan dengan air itu berbagai macam buah-buahan seba­gai makananmu (rezekimu), maka kalian jangan mengadakan sekutu (bandingan) bagi Allah jika kamu mengetahui. (22).

Dalam kedua ayat ini Allah menunjukkan kepada semua manusia sifat Tuhan yang sesungguhnya yaitu yang mencipta dan menjadikan semua makhluk dan terutama diri manusia sendiri dan bapak ibunya, nenek moyangnya, dijadikan dan tidak ada sehingga berwujud (ada). Inilah alat pertama untuk mencapai iman dan takwa, bila mengenal Allah sebagai pencipta dirinya dan semua manusia yang ada di kanan-kirinya setelah itu dilanjutkan ajaran Allah untuk memperhatikan alam sekitarnya bumi sebagai hamparan tempat berpijak, berdiri, duduk dan tidur, dan langit sebagai atapnya, lalu menurunkan air hujan dari langit dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan untuk makanan manusia maupun ternak. Dengan ini nyata bahwa Allah itu pencipta yang menjadikan, yang memiliki, yang memberi makan dan minum (rezeki).

Jika kalian telah mengetahui sedemikian maka jangan mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun, jangan membanding-bandingkan-Nya dengan apa pun.

Ibnu Mas'ud r.a. bertanya, Ya Rasulullah, apakah dosa yang terbesar di sisi Allah? Jawab Nabi saw., "Jika anda mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menjadikan an­da". (Bukhari, Muslim).

Mu'adz bin Jaba) r.a. ditanya oleh Nabi saw., "Tahukah anda, apakah hak Allah yang diwajibkan atas hamba-hamba-Nya?" Jawab Mu'adz, 'Allah dan Rasulullah yang lebih menge­tahui'. Maka sabda Nabi saw., "Supaya manusia menyembah Allah dan tidak mempersekutukan Allah dengan suatu apa pun". (Bukhari, Muslim).

Ibnu Abbas r.a. mengatakan, bahwa ada orang berkata ke­pada Nabi saw., 'Maa sya Allahu wa syi'ta = Sekehendak Allah dan kehendakmu'. Maka Nabi saw. bersabda kepadanya, "Apa­kah anda akan menjadikan aku sekutu bagi Allah". (HR. Ibnu Mardawaih, an-Nasa'i, Ibnu Majah).

Rasulullah saw. juga bersabda, "Jangan ada seseorang me­ngatakan, 'Maa sya Allah wa sya'a Fulan' = Sekehendak Allah dan kehendak Fulan, tetapi harus mengatakan, 'Maa sya Allah tsumma sya'a Fulan' = Sekehendak Allah kemudian kehendak Fulan".

58

Semua tuntunan itu, ini semata-mata untuk menjaga kemurnian tauhid, jangan sampai merasa ada sesuatu lain Allah yang dapat membantu atau menolongnya terlepas dari kehendak Al­lah.

Firman Allah, "Wamaa tasyaa'uuna ilia an yasya'AIlah in-nallaha kaana alieman hakiema - Dan tiadalah sekehendakmu kecuali apa yang dikehendaki Allah, sungguh Allah Maha Me­ngetahui lagi Bijaksana". (al-Insan 30).

'Sebab arti syirik ialah mempersekutukan Allah dalam kekuasaanNya dalam Dzat Sifat dan AfalNya.

Harus benar-benar dalam pernyataannya lyyaka na'budu dan lyyaka nasta'in - Hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku minta bantuan, pertolongan dalam segala. urusan hidup hingga matiku.

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Jangan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, sedang kalian mengetahui bahwa Tu­han yang menjadikan, memelihara, menjamin rezekimu, hanya Allah, sedang segala sesuatu selain Allah tidak berguna dan ti­dak merugikan kalian, juga kalian mengetahui bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. itu benar, tiada ragu."

AI-Andad ialah syirik, dan syirik itu lebih halus (samar) dari jalannya semut hitam di atas batu hitam di dalam gelap malam, contohnya, "Demi kehidupanmu Fulan, atau demi kehidupanku atau andaikata tiada angsa pasti telah kemasukan pencuri atau karena kehendak Allah dan kehendakmu (pertolonganmu) semua itu syirik, demikian keterangan Ibnu Abbas r.a."

Sedang kalian telah mengetahui bahwa Tuhan itu hanya satu Allah tiada lain sebagaimana tersebut dalam Taurat dan Injil

AI-Harits al-Asy'ari r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT. menyuruh Yahya bin Zakariya a.s. supaya mengerjakan lima macam dan menyuruh Bani Israil melaksanakannya tetapi kemudian ia lambat menyampaikannya kepada Bani Israil sehingga ditegur oleh Isa a.s., "Sung­guh Allah telah menyuruhmu melaksanakan lima macam dan menyuruh Bani Israil supaya melaksanakannya jika anda tidak dapat menyampaikannya, maka aku akan menyampaikannya". Jawab Yahya, "Hai saudaraku, saya khawatir jika anda yang menyampaikannya saya akan disiksa atau dibinasakannya."

59

Maka segera Yahya mengumpulkan Bani Israil di Baitul Makdis sehingga memenuhi ruangan masjid, kemudian ia duduk di atas mimbar dan sesudah mengucapkan puji syukur kepada Allah ia herkata. "Allah telah menyuruhku melaksanakan lima macam dan kini saya anjurkan kepadamu untuk melaksanakannya:
1. Hendaknya kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan suatu apa pun, sebab contoh perumpamaannya bagaikan seorang yang membeli hamba sahaya dengan hartanya sendiri yang berupa emas dan perak, tiba-tiba hamba itu bekerja dan hasil pekerjaannya diberikan kepada orang lain, maka siapakah di antara kalian yang suka bila hambanya sedemikian, sedang Allah yang menjadikan dan memberi rezeki pada kamu, karena itu kamu menyembah kepadaNya dan jangan mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun.

2. Dan menyuruh kalian mengerjakan salat (sembahyang), maka sesungguhnya Allah menghadapi hambaNya langsung selama hamba itu tidak menoleh, karena itu jika kalian salat ma­ka jangan menoleh.

3. Dan menyuruh kalian berpuasa, perumpamaan puasa itu bagaikan orang yang membawa pundi-pundi berisi misik (kasturi) di tengah-tengah rombongan yang kesemuanya merasakan harumnya kasturi itu, sedang bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari bau kasturi itu.

4. Dan menyuruh kalian bersedekah, maka perumpamaannya bagaikan orang yang ditawan musuh kemudian diikat kedua tangannya ke lehernya lalu dimajukan untuk dipenggal leher­nya, lalu ia berkata kepada mereka, "Apakah kalian suka jika aku menebus diriku dari padamu, lalu ia menebus dengan sedikit dan yang banyak sehingga terbebas dirinya.

5. Dan menyuruh banyak berzikir kepada Allah, sedang perumpamaan itu bagaikan seorang yang dikejar musuh dan selalu diikuti jejaknya, lalu ia masuk ke dalam benteng yang sangat kukuh untuk berlindung di dalamnya, sesungguhnya seo­rang hamba selama ia berzikir terlindung dari gangguan setan.

Rasulullah saw. bersabda, "Dan saya menyuruh kamu lima macam yang diperintahkan Allah kepadaku; bersatu (berjamaah), mendengar dan taat pada pimpinan, berhijrah dan jihad (fi sabilillah). Sesungguhnya siapa yang keluar dari Jama'atul Muslimin walau hanya sejengkal berarti melepas ikatan Islam dari lehernya kecuali jika kembali, dan siapa yang mengajak kembali kepada cara jahiliyah maka ia termasuk penghuni jahanam". Sahabat bertanya, 'Ya Rasulullah walaupun ia salat dan puasa?' Jawab Nabi saw., "Meskipun ia salat dan puasa dan mengaku diri Muslim. Karena itu sebutlah kaum muslimm de­ngan nama mereka menurut apa yang dinamakan oleh Allah SWT. yaitu al-MusIimin, al-Mukminin dan Ibadullah". (Hadis Hasan Riwayat Ahmad).

Ayat ini menunjukkan dalil tauhid dalam ibadat kepada Allah yang Esa dan tidak bersekutu.

Seorang Baduwi ketika ditanya, "Apakah yang menunjuk­kan adanya Allah Ta'ala?" Jawabnya, 'Subhanallah jika ba'r (tai unta) menunjukkan adanya unta, dan bekas kaki tanda adanya orang berjalan, maka langit yang berbintang, bulan, matahari dan bumi yang bertetumbuhan dan laut yang bergelombang, tidaklah semua itu cukup menjadi dalil adanya Dzaat ' Allah yang Mahahalus dan Maha Mengetahui?"

Ar-Razi berkata, "Imam Malik ketika ditanya oleh Harun ar-Rasyid tentang dalil adanya Allah. Maka ia menjawab de­ngan dalil perbedaan suara dan bahasa, sebab lidah dan mulut bersamaan, tetapi suara dan bahasa menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah".

Abu Hanifah ketika ditanya oleh orang-orang zindiq tentang adanya Allah menjawab, "Berilah aku kesempatan untuk memikirkan suatu berita yang disampaikan kepadaku, yaitu ada sebuah perahu di laut yang penuh dengan muatan dari berbagai barang dagangan, tetapi tidak ada kaptennya, jurumudinya, bahkan tiada pengawalnya, tetapi berjalan lancar hilir mudik dan melalui gelombang besar tanpa ada jurumudi dan nahkoda." Ketika Abu Hanifah berkata demtkian, tiba-tiba orang-orang zindiq itu berkata kepadanya, "Itu berita tidak masuk akal, bahkan orang yang memberitakan tidak berakal." Abu Hanifah berkata, "Celaka kalian, masakan alam yang sedemikian indah dan rapinya, baik di langit maupun di bumi, dari ber­bagai kejadian tidak ada penciptanya?" Maka tercenganglah se­mua orang zindiq itu dan sadarlah mereka serta kembali percaya adanya Allah, dan memperbarui Islam mereka di depan Abu Hanifah.

61

Asy-Syafii ketika ditanya dalil adanya Allah, jawabnya, "Perhatikan daun arbei yang mempunyai satu rasa, jika dimakan oleh ulat mengeluarkan sutera, dan dimakan lebah mengeluarkan madu, jika dimakan kambing atau lembu keluarlah kotoran, jika dimakan rusa mengeluarkan misik kasturi. Tidakkah yang demikian itu menunjukkan adanya Allah pencipta dari semua itu".

Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya dalil adanya Al­lah, menjawab, "Ada suatu benteng yang kukuh, tiada berpintu atau lubang halus, luarnya bagaikan perak, di dalamnya ada emas kuning, tiba-tiba pada suatu saat ia retak dan pecahlah dindingnya, lalu keluarlah dari padanya seekor binatang yang hidup, yang indah bentuknya, merdu suaranya tajam pandangan dan pendengarannya, itulah telur." Demikianlah contoh dalil adanya Allah yang Mahakuasa.

Pendapat ulama-ulama, Siapa yang memperhatikan kejadian langit dengan tingginya, luasnya dan semua bintang, bulan dan matahari, serta perjalanannya setiap hari dan malam, kemudian memperhatikan laut yang mengurung bumi dari segala penjuru dan gunung-gunung yang terletak di atas bumi serta berbagai tanaman yang tumbuh di atas dan berbagai macam jenis makhluk yang di atasnya dari jenis manusia, binatang, serta sungai-sungai yang mengalir di atasnya, dan tumbuh-tumbuhan dari berbagai macam rasa dan kepentingannya, padahal tanah dan air yang menyiraminya satu, maka pasti orang yang mem­perhatikan semua itu akan terbukti padanya akan kebesaran kekuasaan Allah yang Mahaesa, serta rahmat, kasih dan hikmat Allah kepada makhluk-Nya, tiada Tuhan kecuali Dia, dan tiada tempat mengharap, meminta dan berlindung kecuali kepada Al­lah. KepadaNyaIah kami berserah diri dan kepadaNya pula kami akan kembali.

Sedang ayat al-Quran yang menunjukkan semua ini sangat banyak.

(وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ) (23). (فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا وَلَن تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ) (24). = Dan jika kamu ragu terhadap apa yang telah Kami turunkan pada hamba-Ku (Muhammad) maka datangkanlah (buatiah kamu) sebuah surat yang menyerupainya (yang menyamainya), dan panggillah pemimpinmu (saksi-saksimu) selain Allah jika kalian benar-benar. (23). Maka jika nyata kalian tak dapat menyainginya dan tidak akan dapat untuk selamanya, maka hendaklah kalian berjaga-jaga diri dari siksa api yang nyalanya adalah manusia dan batu-batu, yang disediakan untuk orang-orang kafir. (24).

Setelah meletakkan asas untuk dalil tauhid bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, maka langsung menghadapkan Khitab kepada orang-orang kafir, untuk mengajarkan iman kepercayaan kepada kebenaran kitab Allah. Jika kalian ragu terhadap apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad saw.), maka cobalah kamu membuat, menggubah, mengarang. mendatangkan sesuatu yang dapat menyamai apa yang dibawa dan diturunkan pada Muhammad walau hanya sesurat saja, jika kamu benar-benar mengira bahwa ajaran Muhammad itu bukan dari Allah, maka silakan kamu membuat dan ajak pembantu-pembantumu, jika kamu tidak dapat menyaingmya sendirian.

Syuhada Akum = Pembantumu, sekutumu, pemimpinmu atau saksi-saksimu.
Dan tantangan Allah terhadap orang-orang yang meragu-kan kebenaran al-Quran dalam beberapa surat. Dalam surat al-Qashash ayat 49, yang artinya kurang lebih demikian:

(قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِّنْ عِندِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَىٰ مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ)
Katakanlah, "Datangkanlah sebuah kitab dari selain Allah yang lebih baik (lebih dapat memberi hidayat) daripada al-Quran dan Taurat jika kamu benar bersungguh-sungguh".
(al-Qashash 49).

63
(قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا)
Katakanlah "Andaikan scmua manusia dun jin bcrkumpul untuk mcmbuiit (mcndatangkan) scsuutu yung mcnyerupni ul-Qurun. tiduk akan dupat mengcrjakannya, meskipun se-tengah pada sctcngahnya bantu membantu". (al-lsraa’ 88).
Surat Yunus 37-38, berbunyi:
(وَمَا كَانَ هَٰذَا الْقُرْآنُ أَن يُفْتَرَىٰ مِن دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَالَمِينَ) 37.
"Bukannya al-Quran sesuatu yang'dibuat-buat, tidak dari Allah, tetapi al-Quran diturunkan untuk membenarkan kitab Allah yang scbelumnya, juga menjclaskan perincian ki­tab Allah, tiada mengandung keraguan di dalamnya, bahwa ia benar-benar dari Allah Tuhan pemelihara alam semes-ta". (37). (أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ) 38. "Apakah mereka berkata, bahwa Muhammad membuat'buat sendiri. Jawablah, "Cobalah kalian datang-kan (buatkan) sesurat saja yang menyerupai (menyamai-nya), dan kamu bolch minta bantuan kepada siapa saja yang dapat membantu kamu selain Allah, jika kamu benar-benar". (38).
Semua ayat-ayat ini turun di Makkah, sebagai tantangan kepada mereka. Kemudian sesudah hijrah ke Madinah turunlah ayat 23 - 24 dalam surat al-Baqarah ini.

Min mils lihi - Yang scrupa dengan al-Quran. Ada juga yang mengartikan; Yang serupa dengan Muhammad saw. seba­gai seorang ummi. Tetapi yang lebih tepat ialah: Yang serupa dengan a!-Quran. Sebab tantangan berupa umum pada semua orang Arab ummiyin maupun kitabiyin dan lain-lainnya dari kaum musyrik, sedang tantangan ini di Makkah dan Madinah kctika sangat memuncaknya permusuhan dan kebencian orang-orang pada Nabi Muhammad saw. dengan ajarannya.

Kemudian dalam ayat 24 Allah dengan tegas berfirman:
(فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا وَلَن تَفْعَلُوا ) = Jika nyata kamu tidak sanggup membuat yang serupa (menyamai) atau tidak sanggup menyaingi Allah, dan kamu tetap takkan dapat untuk selama-lamanya membuat yang scrupa itu atau menyainginya.

64

Kalimat ini menunjukkan mukjizatul Quran yang tegas menyatakan takkan dapat untuk selamanya, nyata hingga empat belas abad tidak sanggup membuat sesuatu karangan yang dapat menyerupai al-Quran sebab tidak mungkin seorang makh-luk akan dapat menyaingi firman Allah yang menciptakannya.

Dan siapa yang memperhatikan al-Quran, maka ia akan mendapat berbagai macam contoh kefasihan kalimatnya yang terang maupun samar demikian isi artinya yang selalu membuka pengetahuan baru yang memperhatikan dan mempelajarinya. Sebagian tersebut dalam ayat 1 surat Hud.

Alif laam raa'. Kitaabun uhkimat aayaa tuhu tsumma fus-shiiat min ladun hakiemin khabier (Hud 1). = Alif laam raa'. Sebuah kitab Allah yang disusun dari huruf-huruf biasa, tetapi telah dikukuhkan ayat-ayatnya kemudian dijelaskan perincian ayat-ayatnya, langsung dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui sedalam-dalamnya. (Hud 1).

Kalimat-kalimatnya penuh padat berisi dan artinya tidak dapat ditiru atau disaingi. Telah memberitakan kejadian-kejadi-an yang telah lalu tepat menurut keadaannya kejadiannya seba-gaimana firman Allah dalam ayat 115 surat al-An’aam:
(وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ) . (al-An'aam 115). = Telah sempurna kalimat Tuhanmu dalam kebenaran be-rita-beritanya dan keadilan hukum-hukumnya, tiada yang dapat mengubah katimat-kalimatnya, dan Dialah Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-An'aam 115).

Maka semua ajaran tuntunan al-Quran itu hak, benar dan adil, serta petunjuk hidayat, tidak ada kelebihan atau buat-buatan dusta sebagaimana yang biasa terdapat dalam sajak, syair, cerita-cerita dan hikayat-nikayat.

Al-Quran seluruh isinya-hak dan sangat fasih, kukuh, pa­dat isinya bagi siapa pun yang mengerti dan memahami benar-benar baru ia me rasa bahwa tiada tuntunan, ajaran, kisah dan berita yang lebih indah susunannya daripada al-Quran, bahkan yang pasti walau diulang beberapa kali takkan jemu, sebab pa-da tiap kali ulangan mendapat hikmat dan rasa hikmat yang ba­ru dan hangat, hidup untuk tiap masa dan tempat.

65

Jika bertemu dengan ayat ancaman maka benar-benar membangkitkan bulu roma, sebaliknya jika ayat harapan mempunyai daya penarik terhadap setiap hati dan perasaan yang hidup dan menyadarinya.

Contoh ayat al-Quran jika menarik hati pada sesuatu yang menggemarkan.
Ayat:

(فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) (as-Sajadah 17). = Ma­ka tiada seorang pun yang mengetahui apa yang tersembunyi untuk mereka dari segala yang memuaskan pandangan mata dari kesenangan, sebagai pembalasan atas apa yang tclah mereka perbuat. (as-Sajadah 17).


(يُطَافُ عَلَيْهِم بِصِحَافٍ مِّن ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ ۖ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ ۖ وَأَنتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ) (az-Zukhruf 71). = Dan di dalam surga terdapat segala apa yang diinginkan nafsu dan memuaskan pandangan mata. Dan kamu di dalam surga kekal selamanya. (az-Zukhruf 71).

Contoh ancaman:
(أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ) (al-Mulk 16). (وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِي) (al-Mulk 18). Apakah kalian merasa aman dari yang di langit jika melongsorkan bumi sehingga ia berupa gempa yang bergoyang. (16). Ataukah kalian merasa aman dan yang di langit jika melempan kamu dengan batu, maka kamu akan merasakan bagaimana bcsarnya ancaman. (18).

Contoh peringatan:
Fa kultan akhadz na bidzanbihi = Maka terhadap masing-mastng telah dituntut menurut dosanya.

Contoh nasihat asy-Syu'araa 205, 206, 207:

(أَفَرَأَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ) (205). (ثُمَّ جَاءَهُم مَّا كَانُوا يُوعَدُونَ) 206. (مَا أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا يُمَتَّعُونَ) (asy-Syu'araa 207). = Bagaimana pcndapatmu jika Kami puaskah mereka dalam beberapa tahun. (205). Kemudian tiba pada mereka apa yang telah diperingatkan. (206). Tidak berguna bagi mereka apa yang telah mereka rasakan dari berbagai kesenangan kepuasan hidup itu. (207).

66

Dan lain-lainnya dari berbagai ayat yang merupakan puncak dari kefasihan dan balaghahnya serta manisnya, demikian pula jika membawakan hukum yang berupa perintah atau larangan yang meliputi pada segala kebalkan yang sangat berguna bahkan kepentingan yang utama bagi manusia, dan melarang segala yang keji, rendah dan akan merugikan rohani dan jasmani. Karena itu Ibnu Mas'ud r.a, berkata, "Jika anda mendengar firman Allah: Ya ayyuhal ladziina aamanu, maka pasanglah te-lingamu sebab pasti menyuruhmu pada jalan yang baik atau melarang dari sesuatu yang berbahaya bagimu sebagaimana fir­man Allah dalam surat al-A'raaf 157":

(يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ) (al-A 'raaf 157). = Menyuruh mereka berbuat baik dan mencegah dari segala yang mungkar, menghalalkan se­gala yang baik, berguna, dan mengharamkan segala yang keji berbahaya, juga meringankan segala keberatan mereka dan belenggu yang mengikat mereka (mempersempit mere­ka). (al-A'raaf 157).

Jika ayat-ayat itu sedang menyifatkan suasana hampir kiamat dengan segala kengeriannya, juga sifat surga, neraka dan apa-apa yang tersedia dalam keduanya untuk kekasih Allah atau musuh-musuh Allah yang berupa nikmat atau siksa, membawa­kan kabar gembira dan mengancam, lalu menganjurkan kepada amal kebaikan dan mencegah dari segala yang mungkar, dan menganjurkan untuk waspada terhadap tipuan dunia, dan menganjurkan memperbanyak bekal ke akhirat yang kekal aba-di, serta memimpin ke jalan agama Allah yang lurus dan syariat Islam yang jujur, serta membersihkan hati dari semua kotoran kekejian setan yang terkutuk.

67

Abu Hurairah r.a. mengatakan, Rasulullah saw. bersabda:

"Tiada seorang Nabi pun dart Nabi-nabi itu, melainkan telah diberi ayat-ayat (mukjizat) yang dapat beriman manusia dengan ayat-ayat itu. Sedang yang diberikan Allah kepada-ku berupa wahyu, yang telah diwahyukan kepadaku. Maka aku berharap semoga akulah yang terbanyak pengikutnya di hari kiamat". (Bukhari, Muslim).

Maka al-Quran merupakan mukjizat yang terbesar yang di-bawa oleh Nabi saw. sedang mukjizat-mukjizat yang lainnya masih banyak sehingga tidak dapat dihitung. Karena mukjizat Nabi Muhammad saw. berupa mukjizat yang hidup kekal hingga hari kiamat.

Waqudu ialah alat untuk menyalakan api seperti kayu, arang dan sebagaimana tersebut dalam surat al-Jin ayat 15, yang berbunyi:

(وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا)  (al-Jin 15). = Adapun mereka yang tidak jujur, maka akan menjadi kayu bakar untuk neraka jahanam. (al-Jin 15).

Juga dalam surat al-Anbiya' 98, yang berbunyi:

(إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ)  (al-Anbiya' 98). = Sesungguhnya semua yang kamu sembah selain Allah itu akan menjadi kayu bakar api neraka jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya (al-Anbiya' 98).

68

Walhijaaratu ialah batu bara untuk menyalakan api, atau batu-batu berhala yang disembah orang-orang kafir musyrik. Sebab batu bara itu termasuk alat pembakar yang sangat panas. U'iddat lilkaafiriin

Dengan keterangan ayat ini, nyata bahwa surga dan neraka kini telah ada, sebagaimana diterangkan oleh Nabi saw., "Ta-haaj jatil jannatu wannaar = Telah terjadi debat antara surga dan neraka.

Dan hadis: Api neraka minta izin kepada Tuhan, "Ya Rabbi setengah-ku telah makan setengahnya, karena itu izinkan bagiku bernapas dua kali setahun." Maka diizinkan bernapas dan itulah yang kita rasakan ketika musim dingin yang sangat dingin dan musim panas yang sangat panas.

Juga riwayat Ibnu Mas'ud r.a., bahwa Ibnu Mas'ud r.a berkata, Ketika kami duduk bersama Nabi saw. tiba-tiba terdengar suara gemuruh lalu kami bertanya, "Suara apakah itu?" Jawab Nabi saw., "Itu suara batu yang dilemparkan ke jahanam sejak tujuh puluh tahun yang lalu, dan baru kini sampai ke dasarnya". (R. Muslim).

Juga hadis salat gerhana, dan hadis Israk Mikraj.
Demikian pendapat ulama ahlus sunah sejak masa sahabat hingga kini yang berbeda pendapat dengan kaum Muktaziiah yang mendasarkan segala sesuatu dalam agama dengan akal pikiran dan sukar beriman pada yang gaib dari keterangan Rasulullah saw.

Perhatian
(فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ) tantangan Allah ini berlaku pada semua surat yang panjang maupun yang singkat (pendek), yakni nyata bahwa tak seorang pun yang dapat membuat saingan terhadap surat yang terpendek seperti Wal-Ashri, al-Kautsar dan sebagainya. Karena itulah Imam asy-Syafii berkata:

"Lau tadabbarannaa su hadzihissurati lakafathum. Andaikan manusia memperhatikan benar-benar isi kandungan surat Wal Ashri ini pasti cukup bagi mereka. Yakni dalam mencari pegangan hidup dan pedoman dalam perjuangan, pcrgaulan, berhubungan antarsesama manusia. Cukup untuk dapat mencapai keuntungan dunia dan akhirat, kebahagiaan dunia akhirat.

69

Amr bin al-Ash sebelum masuk Islam pernah datang kepa­da Musailamah al-Kadzdzab, lalu ditanya oleh Musailamah, "Apakah yang telah diturunkan kepada temanmu yang di Makkah (Nabi Muhammad saw.) dalam beberapa waktu ini?" Jawab Amr, "Dia telah dituruni suatu surat yang singkat penuh berisi padat dan amat fasih." Lalu Musailamah bertanya, "Apa­kah itu?" Jawab Amr, "(وَالْعَصْرِ) (إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ) (إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ) " Musailamah berkata, "Saya juga dituru­ni yang serupa itu." Ditanya oleh Amr, "Apakah itu?" Jawab Musailamah, "Ya wabr ya wabr innama anta udzunaa ni wa shadr wasaa iruka haqrun faqr." Lalu Musailamah bertanya ke­pada Amr, "Bagaimana pendapatmu?" Jawab Amr, "Demi Al­lah engkau mengetahui bahwa saya mengetahui engkau berdusta.

Dan sampaikan berita gembira kepada orang yang beriman dan beramal saleh (baik), bahwa untuk mereka telah tersedia surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, tiap mereka diberi rezeki buah sebagai hidangan, mereka ber­kata, "Inilah yang dahulu pernah diberikan kepada kami, dan memang diberi yang serupa bentuk dan warnanya, ju­ga untuk mereka dalam surga istri yang bersih, dan mereka di dalamnya kekal untuk selamanya". (25).

70

Setelah Allah menyebutkan apa yang telah disediakan un­tuk orang kafir dari berbagai macam siksa dan ancaman yang ngeri, maka disambung dengan menyebutkan apa yang disedia­kan untuk kaum mukminin yang percaya kepada para Nabi dan membuktikan iman mereka dengan amal saleh. Dan cara yang sedemikian inilah yang disebut matsani, yakni sesudah menyebut sesuatu lalu disebut pula lawannya, setelah menerangkan mengenai kufur dan iman sesudah menyebut keadaan orang yang berbahagia lalu menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka atau sebaliknya.

Tajri min tahtihal anhaar = Mengalir dari bawah pohon dan kamar-kamarnya, sebagaimana tersebut dalam hadis, bah­wa- sungai di surga mengalir tanpa parit (selokan).

Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sungai-sungai di surga memancar (mengalir) dari ba­wah bukit atau gunung misik."

(كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ ۖ)
Ibnu Mas'ud dan beberapa sahabat berkata, "Mereka jika diberi buah di surga dan dilihatnya, mereka berkata, 'Itulah yang dahulu kami di dunia diberi seperti itu.' Demikian penda-pat Qatadah dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Sedang Ikrimah berkata, 'Seperti yang diberikan kemarin*. Karena buah di surga hampir menyerupai yang satu dengan yang lain. Yahya bin Abi Katsier berkata, 'Seorang di surga jika dihidangi lagi, mereka berkata, 'Itulah yang telah diberikan kepada kami ladi'. Jawab Malaikat, "Makanlah!" Maka warnanya sama teta-pi lain rasanya."

(وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا)  = Sama warna dan bentuk tapi berbeda rasa, demikian pendapat Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan beberapa sahabat.
Ikrimah berkata, "Menyerupai buah dunia hanya berbeda rasanya." Karenanya Ibnu Abbas berkata, "Di dunia tidak ada yang menyamai yang di surga, kecuali nama semata-mata."

(وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)
Ibnu Abbas berkata, "Suci dari segala kotoran, gangguan". Mujahid berkata, "Suci dari haidh, kotoran, kencing dan ingus serta-ludah, mani dan anak." Qatadah berkata, "Suci dari sega­la gangguan yang keji dan dosa."
(وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)
Ini merupakan pelengkap dari kebahagiaan yang sangat sempurna sehingga seorang yang merasakan nikmat surga mera-sa aman dari maut, dari habis, dari putus atau berubah, sebab merasa berada dalam nikmat abadi untuk selamanya.

No comments:

Post a Comment